Dari 23 Setu di Depok, Hanya 1 yang Layak Bahan Baku Air Minum
Reporter
Irsyan Hasyim (Kontributor)
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Jumat, 1 Juni 2018 07:30 WIB
TEMPO.CO, Depok - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Depok Widyati Riyandani mengatakan hanya satu dari 23 setu di Depok yang layak dimanfaatkan sebagai bahan baku air minum. Temuan itu diperoleh dari kajian terhadap kualitas air 23 setu di Depok yang ternyata sebagian besar kondisinya tercemar, hanya Setu Bojongsari yang layak menjadi bahan baku air minum.
Pengawasan puluhan setu, menurut Widyati, kurang maksimal karena wewenang tidak berada di pemerintah daerah. “Wewenang pengelolaan setu berada di BBWSCC (Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane),” ujar Widyati saat ditemui di kantor Wali Kota Depok, Senin, 28 Mei 2018.
Pakar lingkungan hidup Universitas Indonesia (UI), Tarsoen Maryono, menuturkan Depok tercatat memiliki 26 setu dengan luas 235 hektare. Namun saat ini hanya tersisa 19 setu dan luasnya menyusut menjadi 119 hektare.
Baca: Senjata Baru Mengolah 2 Juta Kubik Limbah Tinja Warga Jakarta
“Berdasarkan kondisi fisiknya, yang tergolong baik ada 6 setu (36,45 hektare), kurang baik 4 setu (26 hektare), rusak 4 setu (33,30 hektare), dan tidak berfungsi sebagai kawasan tandon air 5 setu (23,25 hektare)," tutur Tarsoen kepada Tempo, Kamis, 31 Mei 2018.
Menurut Tarsoen, dalam 15 tahun terakhir, ancaman terbesar terhadap setu di Depok adalah alih fungsi lahan. Kawasan resapan air berubah menjadi permukiman.
“Apabila kondisi ini terus dibiarkan, niscaya akan menimbulkan malapetaka yang erat kaitannya dengan pelestarian sumber daya air serta berpengaruh langsung pada wilayah di bagian bawahnya (Jakarta),” kata pakar UI itu.
Selain alih fungsi lahan, ucap Tarsoen, proses pendangkalan akibat endapan lumpur hasil sedimentasi dari sampah organik menjadi ancaman. Pencemaran limbah rumah tangga dan industri rumah yang terakumulasi juga menurunkan kualitas air.
Baca: TGUPP Berkukuh Tolak Swastanisasi Air Jakarta, Apa Dampaknya?
“Dapat berpengaruh pada biota perairan, yakni proses penyuburan hingga melimpahnya gulma air eceng gondok yang cenderung mempercepat pendangkalan dan kekeringan karena tingginya penguapan,” ujarnya.
Pakar lingkungan hidup UI itu juga mengusulkan, rencana strategis pembangunan daerah Kota Depok harus memasukkan manajemen pengelolaan setu secara terpadu dan berkelanjutan. Hal ini mengingat wilayah Kota Depok lebih dari 78,2 persennya merupakan wahana alamiah sumber pengatur tata air tanah di sekitarnya.