6 Sebab Prostitusi Tak Pernah Mati di Kalibata City
Reporter
Tempo.co
Editor
Zacharias Wuragil
Jumat, 17 Agustus 2018 18:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Praktik dan bisnis prostitusi di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan, diduga bersembunyi dalam data keluarga penghuni. Menyelinap ke dalam apa yang disebut tower cluster, membuat mereka terlindung dari penggerebekan aparat.
Baca:
Penjaja Seks di Kalibata City: Security Gue yang Handle
Ini yang di antaranya membuat praktik dan bisnis prostitusi di apartemen itu seakan tak bisa mati. Sedikitnya sudah ada tiga kasus penggerebekan sepanjang tahun ini saja di kompleks apartemen dengan 18 tower atau menara tersebut. Ketiganya terangkai dengan kasus serupa pada tahun-tahun sebelumnya.
Tiga penggerebekan sepanjang tahun ini menyasar 17 unit di lima tower dan masih mungkin bertambah karena penyidikan atas kasus terbaru 2 Agustus 2018 diaku masih berjalan. Data itu disangkal pengelola yang mengakui di 6 unit saja.
Yang mana yang benar karena masyarakat setempat justru menyebut jauh lebih besar dari keduanya. “Bukan cuma lima, tapi semua towernya juga ada (pekerja seks komersial),” kata Farhan—bukan nama sebenarnya, Kamis 9 Agustus 2018.
Berikut ini enam faktor atau situasi yang diduga membuat prostitusi tak kunjung mati di Kalibata City sekalipun puluhan orang telah ditangkap dalam sejumlah penggerebekan,
<!--more-->
1. Zona terlindung
Modus ini terungkap dalam komunikasi Tempo dengan seorang perempuan yang menjajakan transaksi seks di apartemen 18 tower itu. "Iya (bebas dari penggerebekan), didata pemprov sama marketing Kalcit tower itu resmi yang udah keluarga semua. Jadi keamanannya lebih ketatlah," tutur perempuan berinisial NS itu.
2. Peran petugas satuan pengamanan
Berada di zona aman saja tidak cukup untuk meyakinkan pelanggan. NS dan rekannya yang lain, R, juga meyakinkan zona itu terlindung karena adanya kerja sama dengan petugas satuan pengamanan setempat. Setiap tamu dia pastikan bisa masuk karena dia sudah “bernegosiasi” dengan para penjaga.
Baca:
Ini Aneka Modus Prostitusi di Kalibata City
3. Peran pekerja di lingkungan apartemen
Peran ini terungkap dalam penggerebekan Februari 2018. Saat itu seorang pekerja kebersihan ditangkap dan turut ditetapkan sebagai tersangka. Dia dituduh berperan membukakan akses dan mengantarkan pelanggan ke unit yang telah ditentukan.
<!--more-->
4. Peran agen pemasaran unit apartemen
Ini seperti yang disangkakan terhadap dua orang pasca penggerebekan 2 Agustus lalu. Keduanya disebutkan telah memasarkan puluhan unit Apartemen Kalibata City untuk digunakan sebagai tempat prostitusi. Mereka melakukannya lewat sistem sewa harian dan bisa melakukannya karena memegang kunci yang dititipkan oleh pemilik unit.
5. Peran pengelola
General Manager Apartemen Kalibata City, Ishak Lopung, membantah adanya praktik sewa harian. Terhadap praktik menyimpang para agen pemasaran itu, dia menyatakan siap menerapkan sanksi pemutusan akses masuk. Tapi nyatanya praktik sewa harian masih ada. Seorang warga penghuni tetap menuding ada pembiaran, dan Tempo buktikan usai kasus 2 Agustus. “Bisa sewa harian, tarifnya Rp 350 ribu per hari untuk unit yang mempunyai dua kamar dan unit dengan hanya satu kamar, Rp 300 ribu per hari,” ujar seorang agen.
Baca:
Marak Prostitusi, Lurah: 70 Persen Unit Kalibata City Disewakan
6. Pengawasan pemerintahan yang lemah
Lurah Rawajati, Rudi Budijanto, mengungkap kalau belum seluruh 18 tower memiliki RT dan RW. Penyebabnya, mayoritas unit, 70 persen dari total 13-an ribu, dihuni dengan cara disewa. Selain belum ada inisiatif pembentukan RT dan RW itu. Padahal, Rudi mengatakan, pembentukan itu sekaligus untuk kepentingan pengawasan