PPDB, Ombudsman Temukan Titipan Pejabat Hampir di Seluruh Sekolah
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Ali Anwar
Sabtu, 25 Agustus 2018 10:27 WIB
Ombudsman Jakarta menemukan berbagai dugaan pelanggaran dan maladministrasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) Online 2018 di Bogor, Depok, dan Bekasi.
Baca juga: Ahli Bahasa Tak Mampu Pecahkan Kode Dokumen Kerajaan Ubur Ubur
Kepala Divisi Pendidikan Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Rully Amirullah. Salah mengatakan salah satu pelanggarannya adalah adanya pejabat yang menitipkan anaknya di sekolah negeri.
“Hampir semua Kepala Sekolah bilangnya ada titipan Padahal penerimaan siswa baru diatur berdasarkan zonasi domisili,” ujar Rully kepada Tempo, Jumat, 24 Agustus 2018.
Menurut Rully, para kepala sekolah merasa tidak punya kekuasa untuk menolak titipan pejabat. Ada tekanan maupun desakan pengalokasian kuota khusus. “Idealnya Sekolah cukup jadi user, Kemendikbud atau Dinas Pendidikan yang menyelenggaran PPDB.”
Rully menyarankan proses PPDB sebaiknya mengikuti mekanisme seleksi calon pegawai negeri sipil. “Kementerian atau lembaga yang nerima saja, prosesnya di pihak lain,” ujar Rully.
Ketua Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya, Teguh Nugroho, mengatakan temuan tersebut didapati di berbagai kota. "Paling banyak di Depok," ujar Teguh.
Modusnya, Teguh menuturkan, para pejabat menghubungi langsung kepala sekolah yang dituju. Meski tidak mengancam, beberapa pejabat mengirim memo khusus kepada pemimpin sekolah. "Memo kan sebenarnya sudah ancaman, tapi secara halus."
Ombudsman juga menemukan modus titip-menitip anak dengan imbalan uang. Namun ia enggan membeberkan sekolah mana saja yang terlibat tersebut.
Teguh mengungkapkan, berdasarkan temuan, sistem pendaftaran online di Bogor, Depok, dan Bekasi belum memadai sehingga semakin memberi celah bagi praktik siswa titipan. Apalagi input ke sistem online dilakukan oleh operator dan panitia PPDB, bukan oleh orang tua calon peserta didik baru (CPDB).
"Siswa titipan dimasukkan (ke sekolah) melalui dua cara," ujar Teguh. Pertama, lewat proses input rombongan tambahan pasca-PPDB oleh panitia. Kedua, input data oleh operator di tingkat provinsi.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Ahmad Hadadi, mengatakan persoalan yang terjadi pada PPDB 2018 akibat rendahnya mutu sekolah swasta. Kalau sekolah yang berkuliatas jumlahnya banyak pasti tidak menimbulkan masalah.
“Persoalan ini sebenarnya muncul akibat sekolah yang minim dan siswa banyak yang berminat, akhirnya rebutan kuota yang ada,” kata Hadadi
Mengenai punggutan yang terjadi di SMA 13 Depok, kata Hadadi, telah diselesaikan pihak sekolah dengan orang tua siswa. Aturannya sudah jelas tidak boleh ada pembayaran pada saat PPDB.
“Punggutan yang dilakukan telah dikembalikan ke masyarakat,” ujar Hadadi. Menurut dia, kalau memang pihak sekolah ingin melakukan penarikan sumbangan bisa dilakukan saat proses belajar mengajar sudah berjalan.
Hadadi mengatakan, PPDB telah sebulan selesai. Sekolah juga telah melaksanakan proses belajar mengajar. “Kalau memang masih ada siswa tidak mampu yang belum bersekolah, kami bisa masukan ke sekolah swasta. Kalau memang tidak mampu kami akan berbicara dengan pihak sekolah untuk membebaskan dari segala biaya.”