Setahun Gubernur Anies Baswedan, Reklamasi Hingga Ratna Sarumpaet
Reporter
M Yusuf Manurung
Editor
Ali Anwar
Minggu, 7 Oktober 2018 20:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan genap setahun pada 16 Oktober 2018. Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) melakukan evaluasi terhadap kinerja Anies Baswedan di Kampung Rawa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, hari ini, Ahad, 7 Oktober 2018. Anies Baswedan yang hadir disuapi nasi tumpeng oleh Ketua JRMK, Eny Rochayati.
Baca juga: Setahun Jadi Gubernur, Anies Baswedan Disuapi Nasi Tumpeng
Eny mengaku puas dengan kinerja Anies Baswedan selama satu tahun ini. Ia mengatakan pada masa Ahok memimpin, tak pernah ada dialog dengan warga untuk mencari solusi penggusuran. Koordinator Serikat Becak Jakarta (Sebaja) Rasdulah mengatakan Anies Baswedan dapat menciptakan rasa tenang saat mengayuh becak. "Tapi ini hanya khusus untuk becak yang resmi terdaftar 1.685 yang tersebar di 16 titik," ujar Rasdulah.
Namun, perjalanan Anies Baswedan kerap menuai kontroversial. Sejumlah kebijakan dan tingkah laku Anies Baswedan setahun ini menuai pro-kontra warga Ibu Kota, bahkan menyorot perhatian nasional.
Di hari pertamanya menjabat, Anies Baswedan sudah membuat geger perkara pidatonya yang menyebut-nyebut istilah pribumi. Menurut Anies Baswedan, kaum pribumi dulunya ditindas dan dikalahkan. "Bagi orang Jakarta yang namanya kolonialisme itu di depan mata, dirasakan sehari-hari," kata Anies Baswedan.
Karena itu, kata Anies Baswedan, pengambilan kebijakan di kota Jakarta harus berdasarkan kepentingan publik. “Pengelolaan tanah, air, teluk, pulau tidak boleh diletakkan atas dasar kepentingan individu," ujar Anies Baswedan.
Tidak hanya menerpa reaksi publik, pidato itu juga sempat berujung laporan ke polisi, meski kasusnya tidak tuntas. Belakangan Anies Baswedan menyatakan menuntaskan salah satu janji kampanye dan pidatonya itu: mencabut izin 13 pulau reklamasi Teluk Jakarta pada 26 September 2018.
Terkini, nama Anies Baswedan mencuat karena memberi dana sponsor untuk aktivis Ratna Sarumpaet yang akan hadir dalam konferensi Women Playwrights International Conference 2018 di Santiago, Cile.
Dalam setahun terakhir, berikut Tempo rangkum enam kebijakan Gubernur Anies Baswedan yang paling kontroversi.
1. Membolehkan Becak Beroperasi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuka rute khusus untuk becak di Jakarta padsa awal 2018. Alasannya, alat transportasi roda tiga itu dapat dijadikan transportasi lingkungan. Meski dikritik banyak kalangan, Anies Baswedan jalan terus.
<!--more-->
2. Penataan Tanah Abang dan Perselisihan dengan Ombudsman
Dalam menata Pasar Tanah Abang, Anies Baswedan dan wakilnya, Sandiaga Uno, mengeluarkan kebijakan membuat Ombudsman dan Polda Metro bersuara keras. Alasannya, menutup Jalan Jati Baru untuk dijadikan tempat berjualan Pedagang Kaki Lima (PKL) mengganggu arus lalu lintas.
Ombudsman lantas melaporkan empat pelanggaran maladministrasi dalam penataan Tanah Abang itu. Akhirnya, Anies Baswedan membangun Sky Bridge atau jembatan dari Stasiun Tanah Abang ke Blok G dan lainnya.
3. Pencopotan Pejabat Berujung Laporan KASN
Kebijakan mencopot 16 pejabat eselon II oleh Anies dicatat Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sebagai pelanggaran. Anies disebut mempensiunkan pejabat yang belum waktunya pensiun. Selain itu, KASN menyatakan Gubernur tidak memiliki landasan yang kuat ketika mencopot anggotanya. Setelah tidak mampu memenuhi seluruh rekomendasi, KASN akhirnya melaporkan pelanggaran Anies itu kepada Presiden. Keputusan pemberian sanksi kini berada di tangan Jokowi.
<!--more-->
4. Mencabut izin 13 Pulau Reklamasi di Teluk Jakarta
Sejak bertarung di kampanye Pilkada DKI 2017, isu penghentian reklamasi Teluk Jakarta merupakan jualan Anies Basedan dan Sandiaga Uno. Setelah menyegel Pulau C dan D pada 7 Juni 2018 lalu, tiga bulan kemudian, pada 26 September 2018, Anies Baswedan mencabut izin prinsip dan pelaksanaan 13 pulau reklamasi.
Kuasa hukum Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta Tigor Hutapea menilai pencabutan izin itu belum memastikan penghentian reklamasi. Terlebih, sebagian izin yang mengaku "dicabut" Anies Baswedan sudah kedaluwarsa.
Baca juga: Ini Beda Anies Baswedan dan Ketua DKJ Soal Ratna Sarumpaet
Koalisi ingin Anies Baswedan mencoret reklamasi di Raperda yang tengah dibuat. Di DPRD DKI Jakarta, Bestari Barus, menganggap langkah Anies Baswedan itu rawan digugat oleh pengembang. Menurut Bestari, Anies Baswedan tidak berwenang mencabut izin.
<!--more-->
5. Rumah DP 0 Rupiah
Sejumlah anggota DPRD DKI jakarta kerap menyinggung realisasi janji program Anies Baswedan-Sandiaga Uno tentangb rumah tanpa uang muka alias DP 0 rupiah. Sedangkan Anies Baswedan menilai DP 0 rupiah sebagai solusi hunian warga.
Pembangunan fisik sejatinya telah dimulai sejak Januari 2018, seperti di Pondok Kelapa. Namun, realisasi terhambat lantaran sejumlah Peraturan Gubernur, seperti tentang skema pembiayaan belum rampung.
Walau bentukan peraturan belum rampung, DKI kembali meminta dana Rp 717 miliar pada APBD-P 2018 untuk fasilitas tunjangan uang muka anggaran dan fasilitas likuiditas pembayaran rumah DP 0 rupiah.
Ketua Fraksi PDIP, Gembong Warsono, menanggap dana itu diminta untuk sesuatu yang belum berbentuk. Terlebih, karena tidak dibahas saat rapat komisi dan rapat Badan Anggaran, Gembong menyebutnya sebagai anggaran siluman.
6. Anies Baswedan mensponsori Ratna Sarumpaet
Setelah tersangkut dengan Ratna Sarumpaet ihwal kasus derek mobil April 2018, nama Anies Baswedan kini terseret kembali. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan atas persetujuan Biro Administrasi Sekretariat Daerah mencairkan dana Rp 70 juta untuk Ratna Sarumpaet. Dana itu dicairkan berdasarkan disposisi Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI.
Dana itu rencananya digunakan Ratna untuk menghadiri konferensi Women Playwrights International Conference 2018 di Santiago, Cile. Namun, Polda Metro Jaya menangkap Ratna Sarumpaet di Bandara Soekarno – Hatta atas kasus berita bohon atau hoax pada 5 Oktober 2018 .