Massa Alumni (PA) 212 melakukan long march dari masjid Sunda Kelapa menuju kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat 28 Juni 2019. Kehadiran massa ke Komnas HAM untuk mengawal tokoh dan ulama untuk melaporkan korban kebrutalan pemilu, antara lain meminta kepada pemerintah untuk segera mengusut tuntas meninggalnya 700 orang petugas KPPS dan lebih dari 11 ribu petugas lainnya yang dirawat di rumah sakit sepanjang Pemilu 2019 dan dugaan penganiayaan dalam kerusuhan 21-22 Mei. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menilai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak responsif dalam membantu penyelidikan rusuh 22 Mei 2019. Komisioner Beka Ulung Hapsara mengatakan bakal memberikan rekomendasi kepada DKI atas kelambanan merespons permintaan Komnas HAM.
"Pemerintah Provinsi salah satu yang kami akan berikan rekomendasi karena lambat dalam memberikan data yang kami butuhkan untuk menyelidiki kerusuhan 22 Mei," kata Beka di kantornya, Selasa, 9 Juli 2019.
Dia menuturkan bahwa surat rekomendasi akan diberikan setelah Komnas HAM rampung menyelidiki rusuh 22 Mei. Komnas HAM, menurut dia, telah berkirim surat untuk meminta data terkait jumlah korban rusuh 22 Mei yang diumumkan Gubernur Anies Baswedan pada 22 Mei tentang enam korban tewas. Keesokan harinya, Anies kembali mengumumkan jumlah korban tewas bertambah menjadi delapan.
Pada Kamis, 23 Mei lalu, pada saat diumumkan jumlah korban bertambah Komnas HAM langsung meminta data kepada DKI. "Namun data itu tidak langsung diberikan. Data diberikan dua pekan setelah lebaran," ujar Beka.
Lambatnya respons pemerintah DKI Jakarta, Beka mengatakan, memperlambat investigasi Komnas HAM. "Ini catatan kami ke Pemrov DKI. Bagaimana percepatan investigasi kasus ini, jika untuk meminta data saja masih terkendala."
Komnas HAM juga bakal memberikan rekomendasi kebijakan kepada Presiden Joko Widodo dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Jenderal Tito Karnavian. "Rekomendasi itu merupakan hasil investigasi kerusuhan di Jakarta," tutur Beka.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM Muhammad Chairul Anam menilai DKI lamban merespons permintaan data rekaman kamera pemantau alias closed circuit television (CCTV) di Ibu Kota pada saat rusuh 22 Mei 2019. Padahal, tujuan Komnas HAM meminta rekaman CCTV untuk mengungkap fakta kerusuhan.
Komnas HAM dua kali bersurat dua kali untuk meminta isi rekaman rusuh 22 Mei tapi tak kunjung direspons. "Pertama, akhir bulan lalu dan yang kedua pekan lalu," ucap Choirul Anam pada Kamis, 20 Juni 2019.