Rencana Bom Abdul Basith, Polisi: Buat Gagalkan Pelantikan Jokowi
Reporter
Antara
Editor
Zacharias Wuragil
Rabu, 9 Oktober 2019 18:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Polda Metro Jaya menduga Abdul Basith, dosen Institut Pertanian Bogor (IPB)--sudah diberhentikan sementara--berencana menggagalkan pelantikan presiden terpilih Joko Widodo pada 20 Oktober 2019 mendatang. Abdul Basith telah ditetapkan tersangka bersama sembilan lainnya.
"Pelaku akan meledakkan sejumlah bom di wilayah Jakarta Barat," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Suyudi Ario Seto, Rabu 9 Oktober 2019.
Menurut Suyudi, Abdul Basith dan kelompoknya berencana menempatkan bahan peledak jenis bom ikan di sepanjang Jalan Grogol hingga Roxy, Jakarta Barat. Dari hasil pemeriksaan, Suyudi menambahkan, komplotan sang dosen berusaha membuat kerusuhan untuk menggagalkan pelantikan Jokowi sebagai Presiden RI untuk periode kedua 2019-2024.
Kepada Tempo, Abdul mengakui plot ledakan di tujuh pusat bisnis di Jakarta. Namun berbeda dengan yang disampaikan Suyudi, ketujuh pusat bisnis disebutkannya tersebar tak hanya di Jakarta Barat. "Otista, Kelapa Gading, Senen, Glodok, dan Taman Anggrek," kata dia.
Sempat dirancang dilakukan 24 September, bertepatan dengan Aksi Mujahid 212, plot dimundurkan karena eksekutor terlambat datang ke Jakarta. Abdul Basith mengaku memberi tumpangan tempat tinggal untuk calon eksekutor itu dan membelikan bensin untuk ramuan bom ikan.
Namun dia membantah mengetahui rencana peledakan menggunakan bom ikan dalam kemasan botol minuman suplemen energi itu sedari awal. Itu sebabnya dia mengaku merasa dikorbankan usai penangkapan pada Sabtu 5 Oktober lalu. Saat itu polisi menyita 29 bool bom ikan dari rumahnya di Bogor.
Abdul Basith mengungkapkan kalau rencana 'membuat letusan dan ledakan' dibahas dalam sebuah rapat di rumah mantan jenderal TNI di Ciputat, Tangerang Selatan, pada 20 September 2019. "Kalau ada andil saya, itu cuma memberikan bensin tiga liter dan (tumpangan) tempat tinggal," ucapnya membandingkan dengan sangkaan penyandang dana yang diberikan polisi terhadap dirinya.