Keluhkan Sistem E-Budgeting, Anies Baswedan: Ini Warisan
Reporter
Taufiq Siddiq
Editor
Ninis Chairunnisa
Kamis, 31 Oktober 2019 07:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan munculnya sejumlah anggaran dengan angka yang janggal dalam rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara atau KUA PPAS APBD 2020 karena sitem e-Budgeting yang masih lemah.
Anies pun mengaku harus menggunakan sistem tersebut karena warisan dari gubernur sebelumnya. Sehingga, kata dia, permasalahan anggaran dengan nilai janggal tersebut terjadi dari tahun ke tahun.
"Kan ditemuin juga di era-era sebelumnya, selalu seperti ini. Saya tidak akan meninggalkan ini ke gubernur sesudahnya, karena saya menerima warisan sistem ini," kata Anies saat ditemui di Balai Kota DKI, Jakara Pusat, Rabu, 30 Oktober 2019.
Menurut Anies, sistem e-Budgeting saat ini masih memiliki kelemahan karena masih bersifat manual saat proses input hingga verifikasi data. Akibatnya, kata dia, jumlah kegiatan yang mencapai puluhan ribu tersebut tidak tertutup kemungkinan ada anggaran janggal yang bisa lolos.
Anies mengaku sudah menyiapkan rancangan sistem penganggaran yang lebih lengkap agar bisa memverifikasi data secara otomotis. "Jadi bisa dibuat algoritmanya. Jadi saat data yang diinput tidak sesuai dengan perhitungan akan ditolak oleh sistem," ujarnya.
Sebelumnya, rencana plafon anggaran DKI untuk tahun depan mendapat sorotan karena ada sejumlah komponen yang dinilai janggal. Beberapa diantaranya adalah anggaran untuk lem aibon senilai Rp 82,8 miliar dan pulpen senilai Rp 123 miliar. Temuan tersebut diungkapkan oleh anggota DPRD dari Fraksi PSI William Aditya Sarana.
Mengenai persoalan itu, Anies membenarkan memang data sejumlah kegiatan dalam rancangan KUA PPAS 2020 dengan nilai anggaran yang janggal. Dia mangaku sudah merivew secara internal temuan-temuan tersebut.
Anies Baswedan memisalkan salah satu item anggaran dengan nilai aneh yang ditemukan di rancangan KUA PPAS 2020 adalah belanja bolpen rotring Rp 35 miliar bahkan pengadaan alat tulis kantor senilai Rp 1,6 triliun.