Plafon Anggaran Defisit Rp 10 T, Sekda DKI Sebut Masih Mentah
Reporter
Lani Diana Wijaya
Editor
Martha Warta Silaban
Rabu, 20 November 2019 17:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengingatkan paparan rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara atau KUA PPAS APBD DKI 2020 belum final. Menurut Saefullah, paparan rancangan plafon anggaran dari eksekutif hari ini dengan Komisi C DPRD DKI masih sebatas kertas kerja.
"Jadi jangan nanti ini jadi bahan berita. Bahwa ini masih bahan untuk pembahasan, masih mentah," kata Saefullah dalam rapat pembahasan rancangan KUA-PPAS 2020 di ruang rapat Komisi C DPRD, Jakarta Pusat, Rabu, 20 November 2019.
Hari ini eksekutif membahas rancangan KUA PPAS DKI 2020 dengan Komisi C DPRD. Pemerintah DKI menjabarkan nilai KUA PPAS setelah dibahas di lima komisi. Rancangan plafon anggaran itu jadi defisit Rp 10 triliun. Pendapatan daerah tahun depan diperkirakan hanya Rp 87,1 triliun. Sementara belanja daerah 2020 diproyeksi mencapai Rp 97 triliun.
"Dari kertas kerja kami, ini kemampuan keuangan hanya Rp 87,1 triliun, sementara total dari kegiatan dan hasil pembahasan dengan komisi itu masih menyentuh angka Rp 97 triliun. Jadi kami masih harus mengurangi Rp 10 triliun," ujar Saefullah.
Sebelumnya, rancangan anggaran DKI ramai dibahas setelah anggota DPRD DKI, William Aditya Sarana, mengunggah salah satu komponen KUA PPAS 2020 di media sosial. William membeberkan anggaran untuk membeli lem aibon yang mencapai Rp 82,8 miliar. Anggaran ini belakangan diketahui diusulkan oleh Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat. Belakangan ditemukan juga anggaran pembelian pulpen di Sudin Pendidikan Jakarta Timur senilai Rp 123 miliar.
Pemerintah DKI kemudian merespons terungkapnya anggaran janggal tersebut. Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah atau Bappeda DKI Jakarta Sri Mahendra mengatakan tak tahu-menahu ihwal anggaran pembelian lem aibon dalam rencana plafon APBD DKI 2020. Mahendra menduga ada kesalahan sistem sehingga anggaran tersebut tampak dalam laman apbd.jakarta.go.id.
Sementara Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan menilai munculnya sejumlah anggaran aneh itu lantaran sistem e-budgeting yang digunakan DKI Jakarta belum cerdas. "Ini ada problem sistem yaitu sistem digital tetapi tidak smart," ujar Anies saat ditemui di Balai Kota Jakarta Pusat, Rabu 30 Oktober 2019.
Karena unggahan ini, seorang warga Jakarta melaporkan William ke Badan Kehormatan dewan. Politikus Partai Solidaritas Indonesia atau PSI ini diduga melanggar kode etik dewan.