Pegiat HAM Sebut Lutfi Alfiandi Seharusnya Bebas

Rabu, 5 Februari 2020 05:41 WIB

Terdakwa demonstran pembawa bendera Merah Putih saat aksi pelajar di depan DPR September lalu, Dede Lutfi Alfiandi bersama ibunya saat menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 12 Desember 2019. Dalam sidang perdana ini beragendakan pembacaan dakwaan serta dihadiri oleh pihak keluarga tahanan. TEMPO/Muhammad Hidayat

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar menyayangkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan empat bulan pidana penjara kepada Dede Lutfi Alfiandi. Menurut dia, Lutfi yang merupakan salah satu demonstran dalam aksi 30 September 2019 diadili hanya karena menggunakan haknya menyampaikan aspirasi.

"Selama proses persidangan, prinsip fair trial yang seharusnya dijalankan justru jauh dari Lutfi sebagai korban kriminalisasi," ujar Haris Azhar dalam keterangan tertulis, Selasa, 4 Februari 2020.

Haris menjelaskan, prinsip fair trial adalah peradilan yang harus memenuhi hak asasi manusia. Yaitu dengan menerapkan asas praduga tak bersalah, asas equality before the law, peradilan yang bebas dan tidak memihak, bebas dari penyiksaan, mendapat bantuan hukum yang memadai, serta jaminan perlindungan lain yang harus dipenuhi Lutfi dari tingkat penyidikan sampai putusan.

"Lembaga peradilan yang seharusnya menjadi ruang untuk mencari keadilan justru memberikan legitimasi untuk mengkriminalisasi Lutfi secara ugal-ugalan," ujar Haris Azhar.

Menurut Haris, hakim dalam putusannya tidak melihat fakta-fakta persidangan secara objektif. Harusnya, menurut dia, hakim dapat memutus Lutfi bebas dari segala tuntutan. Salah satu fakta yang diabaikan hakim menurut Haris Azhar adalah tindakan kepolisian saat pemeriksaan yang menggunakan cara-cara keji.

Advertising
Advertising

Haris mengatakan lembaganya menemukan tujuh fakta dalam "peradilan sesat" terhadap Lutfi. Temuan itu menyeret hakim, jaksa, kepolisian bahkan kuasa hukum.

Pertama, penangkapan tidak sesuai KUHAP karena Lutfi dan kawannya diberhentikan secara tiba-tiba oleh polisi. Penangkapan dilakukan tanpa memberi tahu kesalahan atau dugaan tindak pidana yang dilakukan.

"Bahwa upaya paksa yang dilakukan oleh aparat kepolisian kepada Lutfi tidak didasarkan pada cara penangkapan yang diatur dalam Pasal 18 KUHAP, sehingga tindakan itu merupakan perbuatan abuse of power yang dilakukan oleh kepolisian," kata Haris Azhar.

Temuan kedua, selama penahanan di Kepolisian Resor Jakarta Barat yang berlangsung selama tiga hari, Lutfi mengalami berbagai penyiksaan yang dilakukan oleh polisi untuk mendapatkan keterangan sesuai dengan unsur tindak pidana yang akan didakwakan. Bentuk penyiksaan adalah pemukulan, disetrum listrik di bagian telinga, ditendang, dan kepala ditutupi dengan plastik.

"Keseluruhan tindakan penyiksaan tersebut dilakukan karena Lutfi menjawab tidak sesuai dengan keterangan yang diinginkan oleh polisi," kata Haris.

<!--more-->

Ketiga, Lutfi tidak didampingi penasihat hukum saat diperiksa di Polres Jakarta Barat. Sehingga, menurut Lokataru, saat pemeriksaan terdapat tekanan berupa penyiksaan yang dilakukan oleh polisi terhadap Lutfi.

Keempat, secara tiba-tiba terdapat penasihat hukum tanpa adanya penunjukan dari Lutfi dan langsung menandatangani BAP tanpa seizin tersangka. Padahal, lanjut Haris, sejak awal Lutfi tidak mengakui isi BAP karena dibuat dalam keadaan tertekan. Tindakan tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 55 KUHAP yang menyebutkan bahwa tersangka atau terdakwa berhak memilih penasihat hukumnya.

Kelima, jaksa penuntut umum menghadirkan saksi yang tidak relevan. Terlihat dari keterangan Hendar Klana, Dani Dwi Susanto, dan Dimas S. dari Polres Jakarta Pusat. Selain itu saksi juga mengakui bahwa mereka tidak mengetahui atas kepentingan apa bersaksi. Saksi disebut Haris Azhar juga mengakui hanya melengkapi bukti supaya terdakwa dapat dibawa ke pengadilan.

Advokat dari Lembaga advokasi hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar, saat melaporkan Ketua Pengadilan Negeri Timika, Papua, Relly D. Behuku ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan kasus gratifikasi, 12 Februari 2018. Dewi Nurita/Tempo

"Hal ini menunjukkan bahwa pemidanaan terhadap terdakwa adalah pemidanaan yang dipaksakan untuk menutupi kegagalan aparat membuktikan bahwa terdakwa adalah massa aksi demonstrasi yang anarkistis melawan aparat keamanan," kata Haris Azhar.

Keenam, penasihat hukum tidak menghadirkan alat bukti baik saksi atau barang bukti untuk membela kepentingan hak terdakwa. Penasihat hukum tidak membuktikan bahwa terdakwa benar-benar mendapat penyiksaan saat proses penyidikan.

"Pledoi yang disampaikan oleh penasihat hukum tidak dipersiapkan secara serius untuk membela terdakwa, karena pledoi yang disampaikan oleh penasihat hukum tidak berkaitan dengan unsur perbuatan pidana yang dituduhkan," ujar Haris Azhar.

Terakhir, hakim dalam putusannya dianggap Lokataru tidak mempertimbangkan penyiksaan yang dialami Lutfi. Hakim tidak berusaha untuk memahami dan mempertimbangkan bahwa pemidanaan terhadap terdakwa adalah pemidanaan yang dipaksakan.

Di akhir sidang majelis hakim memvonis Lutfi Alfiandi bersalah. Hakim ketua, Bintang Al, menyebut Lutfi terbukti melanggar Pasal 218 KUHP karena berada di lokasi unjuk rasa pada 30 September 2019 dan tidak pergi setelah diperingatkan tiga kali oleh kepolisian.

M YUSUF MANURUNG

Berita terkait

Cerita Pembuat Konten Tega Siksa Anak Monyet Ekor Panjang, Dapat Cuan dari WNA

5 hari lalu

Cerita Pembuat Konten Tega Siksa Anak Monyet Ekor Panjang, Dapat Cuan dari WNA

Polisi telah mengungkap tiga pelaku yang memproduksi video penyiksaan anak monyet ekor panjang. Mereka mendapat pesanan dari luar negeri.

Baca Selengkapnya

TNI Sebut OPM Lakukan Pelanggaran HAM Berat, Bagaimana Kategorinya Berdasar UU HAM?

12 hari lalu

TNI Sebut OPM Lakukan Pelanggaran HAM Berat, Bagaimana Kategorinya Berdasar UU HAM?

TNI sebut pembunuhan oleh OPM terhadap Danramil Aradide sebagai pelanggaran HAM berat. Bagaimana kategori jenis pelanggaran HAM berat sesuai UU HAM?

Baca Selengkapnya

Selain Sengketa Pilpres 2024, Berikut Perkara yang Juga Ada Amicus Curiae Termasuk Pembunuhan Brigadir J

18 hari lalu

Selain Sengketa Pilpres 2024, Berikut Perkara yang Juga Ada Amicus Curiae Termasuk Pembunuhan Brigadir J

Sejumlah pihak terus mengajukan Amicus Curiae ke MK kasus sengketa Pilpres 2024. berikut beberapa perkara bermuatan amicus curiae. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Cerita Jurnalis di Halmahera yang Dianiaya Tiga Prajurit TNI AL: Jangan Bunuh, Anak Saya Masih Kecil

21 hari lalu

Cerita Jurnalis di Halmahera yang Dianiaya Tiga Prajurit TNI AL: Jangan Bunuh, Anak Saya Masih Kecil

Sukandi, jurnalis di Halmahera Selatan, disiksa usai memberitakan penangkapan kapal pengangkut minyak Dexlite milik Polairud Maluku Utara oleh TNI AL.

Baca Selengkapnya

TNI Pastikan Jatuhkan Sanksi terhadap 13 Prajurit yang Siksa Warga Papua

29 hari lalu

TNI Pastikan Jatuhkan Sanksi terhadap 13 Prajurit yang Siksa Warga Papua

Sebanyak 13 prajurit TNI tersangka penganiayaan warga di Papua akan mendapat hukuman yang berbeda, sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

Baca Selengkapnya

Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

29 hari lalu

Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

Kapuspen TNI menyebut jumlah anggota TNI ribuan, sedangkan yang melakukan penyiksaan hanya sedikit.

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Papua Sebut Korban Penganiayaan yang Diduga Dilakukan Prajurit TNI Meninggal

32 hari lalu

Komnas HAM Papua Sebut Korban Penganiayaan yang Diduga Dilakukan Prajurit TNI Meninggal

Komnas HAM Papua menyebut korban kekerasan yang diduga dilakukan anggota TNI dari Yonif Raider 300/Brajawijaya telah meninggal dunia di Ilaga,

Baca Selengkapnya

Terus Berulang, Organisasi Masyarakat Sipil Kecam Penganiayaan terhadap Warga Papua oleh Anggota TNI

32 hari lalu

Terus Berulang, Organisasi Masyarakat Sipil Kecam Penganiayaan terhadap Warga Papua oleh Anggota TNI

Anggota TNI kembali melakukan penganiayaan terhadap warga Papua. Begini kata organisasi masyarakat sipil.

Baca Selengkapnya

Sebby Sambom Sebut Warga yang Dianiaya Prajurit TNI Bukan Anggota TPNPB-OPM

32 hari lalu

Sebby Sambom Sebut Warga yang Dianiaya Prajurit TNI Bukan Anggota TPNPB-OPM

Juru Bicara TPNBP-OBM, Sebby Sambom, membantah soal dugaan korban atau warga yang disiksa prajurit TNI merupakan anggotanya.

Baca Selengkapnya

Kutuk Penyiksaan Warga Papua oleh TNI, YLBHI: Praktik yang Terus Berulang

32 hari lalu

Kutuk Penyiksaan Warga Papua oleh TNI, YLBHI: Praktik yang Terus Berulang

YLBHI mendesak Komnas HAM secepatnya melakukan penyelidikan dan menuntut para pelaku penyiksaan warga Papua.

Baca Selengkapnya