Kiara Pertanyakan Kajian Material Urukan Reklamasi Ancol
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Wawan Priyanto
Minggu, 5 Juli 2020 03:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, mempertanyakan kajian penggunaan lumpur lima waduk dan 13 sungai untuk reklamasi Ancol di Jakarta Utara.
"Terkait material yang digunakan. Apakah pernah ada kajiannya? Apakah analisa dampak kerusakan yang terjadi pasca pengerukan?" tanya Susan, Sabtu, 4 Juli 2020.
Rencana reklamasi Ancol tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 237 Tahun 2020 tentang Izin Pelaksanaan Perluasan Kawasan Rekreasi Dunia Fantasi (Dufan) Seluas sekitar 35 hektare dan Kawasan Rekreasi Taman Impian Ancol Timur Seluas 120 hektare. Keputusan ini diteken Gubernur DKI Anies Baswedan pada tanggal 24 Februari 2020.
Jika memang analisisnya ada, Susan meminta Pemerintah DKI membuka data itu ke publik. Material yang digunakan apakah lumpur saja? Karena sepertinya ada bobot yang berbeda antara pasir dan lumpur. Apakah lumpur tidak terbawa arus ketika ditimbun? Kami sebenarnya menunggu ini."
Selain itu, Susan mempertanyakan landasan hukum untuk membuat Kepgub Reklamasi Ancol yang terkesan asal pilih. Menurut dia, Anies hanya berpikir yang penting untung dalam mengambil kebijakan tersebut.
Dalam membuat kebijakan reklamasi Ancol, kata dia, Anies memakai landasan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia; kedua, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; dan ketiga, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Menurut dia, Anies sengaja tidak menggunakan UU 27 tahun 2007 Jo UU 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Karena, draft RZWP3K Jakarta sebagai mandat dari UU27 tersebut dianggap nelayan sebagai ruang baru untuk perampasan ruang hidup nelayan.
"Kami tolak tegas itu. Artinya, Gubernur ini tidak punya landasan hukum yg kuat. Dan tentu melanggar Putusan MK no 3 tahun 2010 tentang Hak Konstitusi Nelayan."
Susan kembali mempertanyakan janji politik Anies menolak reklamasi, tapi tetap mengeluarkan izin membuat pulau buatan di Dufan Ancol dan tetap mengeluarkan IMB di Pulau D. Dalam argumentasinya, kata dia, suami Fery Farhati itu selalu mengatakan bahwa izin IMB dan izin reklamasi adalah komitmen yang sudah lama terjadi.
"Lalu apa fungsi gubernur sebagai orang nomor 1 di Jakarta. Ini soal Political Will dan komitmen sebenarnya, kami mendesak gubernur atau pemimpin lainnya untuk tidak menjadikan reklamasi sebagai komoditi politik dan urusannya soal dompleng suara," ucapnya.
Sekretaris Daerah DKI Saefullah menyatakan reklamasi Ancol di pantai timur dan barat Ancol berdiri di atas tanah hasil pengerukan sungai Ibu Kota. Pada 2009, dilakukan pengerukan tanah di lima waduk dan 13 sungai Jakarta. Tujuannya untuk menanggulangi banjir.
Berdasarkan laporan dari program Jakarta Emerging Dredging Initiative (JEDI) dan Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP), kata Saefullah, lumpur yang dihasilkan dari pengerukan sungai itu mencapai 3.441.870 meter kubik. Lumpur yang dibuang kemudian mengeras dan menghasilkan tanah seluas 20 hektare (ha).
"Penumpukan tanah tersebut pada akhirnya akan membentuk area baru karena proses pemadatan yang dilakukan untuk menjaga agar tanah tidak tercecer ke dasar laut secara tidak teratur," kata Sekda DKI Saefullah dalam rekaman video Pemprov DKI Jakarta, Jumat, 3 Juli 2020.
IMAM HAMDI