Warga yang melanggar aturan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mengenakan rompi bertuliskan "Pelanggar PSBB" saat terjaring Operasi Tertib Masker di kawasan Kota Tua, Jakarta, Minggu (27/9/2020). Berdasarkan data Litbang Satpol PP DKI Jakarta sejak Senin (14/9) tercatat sebanyak 19.361 warga menerima sanksi sosial dan 1.449 warga membayar denda dengan total Rp229.575.000 karena melanggar aturan PSBB tidak mengenakan masker. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.Writ
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta berencana merampungkan pembahasan rancangan Perda Penanggulangan Covid-19 dalam sepekan. Ditargetkan Perda Covid-19 itu bisa disahkan pada pekan depan.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan mengatakan Rabu pekan ini telah diagendakan pandangan umum fraksi dan jawaban gubernur atas peraturan daerah yang akan menjadi patung hukum penerapan sanksi pelanggaran PSBB itu.
"Setelah itu langsung pembahasan naskah akademiknya. Di jadwal ditargetkan sepekan selesai pembahasan dan disahkan," kata Pantas saat dihubungi, Senin, 28 September 2020.
Pantas mengatakan usulan Perda Covid-19 menjadi prioritas untuk segera diselesaikan karena pandemi belum bisa diperkirakan kapan bakal berakhir. Perda itu nantinya bakal menjadi kebijakan Pemprov DKI Jakarta dalam menangani wabah dan penegakan hukum bagi pelanggaran aturan.
Salah satu yang diusulkan Pemprov DKI Jakarta untuk dimasukkan ke dalam perda tersebut adalah hukuman pidana bagi pelanggar protokol kesehatan PSBB Jakarta.
Menurut Pantas, usulan itu harus dibahas dengan teliti karena perda Penanggulangan Covid-19 punya batasan dalam memberikan sanksi pidana. "Sanksi pidana masih bisa dimasukkan dengan ancaman maksimal tiga bulan penjara saja kalau di perda. Sebab perda punya batasan dalam pemberian sanksi pidana," ucapnya.
DPRD Minta Pemprov DKI Selektif Nonaktifkan NIK Jelang Pilkada
41 hari lalu
DPRD Minta Pemprov DKI Selektif Nonaktifkan NIK Jelang Pilkada
DPRD DKI Jakarta menekankan pentingnya penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan selektif menjelang Pilkada, agar tidak merugikan warga Jakarta yang memiliki hak memilih.