Tiga Tahun Anies Baswedan, PSI Catat 10 Poin Kemunduran DKI Jakarta
Reporter
Adam Prireza
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Jumat, 16 Oktober 2020 14:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta mencatat 10 poin kemunduran DKI Jakarta selama 3 tahun kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan.
Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Idris Ahmad mengatakan kemunduran yang mereka maksud berarti dua hal. “Pertama, kemunduran yang dinilai dari kondisi saat ini dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kedua, membandingkan apa yang telah dicapai dengan potensi yang dimiliki oleh Pemprov DKI,” ujar dia dalam konferensi pers daring pada Jumat, 16 Oktober 2020.
Menurut Idris, DKI Jakarta adalah provinsi yang memiliki anggaran jauh lebih besar dibandingkan wilayah lainnya. Sebagai Ibu Kota negara, Jakarta juga mendapat dukungan luar biasa dari pemerintah pusat. Idris menyebut jangan sampai anggaran, tenaga, dan waktu yang dimiliki Pemprov DKI terbuang sia-sia. “Karena keliru memilih prioritas dan salah kelola birokrasi,” ucap Idris.
Berikut adalah 10 poin kemunduran menurut PSI yang sudah Tempo rangkum:
1. Terlambatnya pembahasan anggaran
Menurut PSI, pembahasan rancangan APBD 2021 telah terlambat lebih dari 3 bulan sehingga saat ini hanya menyisakan waktu 1,5 bulan saja untuk membahas puluhan ribu mata anggaran. Menurut Idris, Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2021 telah selesai diinput ke sistem e-budgeting
Idris khawatir pembahasan tersebut nantinya akan terburu-buru. “Sehingga banyak pos anggaran yang tidak sempat dibedah, lalu terjadi masalah hukum atau ketidakpuasan masyarakat di kemudian hari,” ucap dia.
2. Transparansi perencanaan dan realisasi anggaran buruk
PSI beranggapan pada masa kepemimpinan Anies Baswedan Pemprov DKI hanya membuka anggaran setelah gubernur dan DPRD selesai membahas dan menyepakatinya. Dengan begitu, warga hanya mengetahui anggaran setelah selesai dibahas dan tak memiliki ruang untuk menyampaikan saran dan masukan.
Mereka juga menyoroti langkah Pemprov DKI yang beberapa bulan lalu mematikan situs dashbard.bpkd.jakarta.go.id dengan alasan maintenance. Padahal, lewat website itu warga dapat memantau realisasi anggaran tiap dinas secara langsung. “Karena website ini ditutup, maka kebocoran anggaran akan semakin susah terdeteksi oleh publik,” tutur Idris.
Baca juga: 3 Tahun Anies Baswedan: Air Rob, Banjir, hingga Covid-19
3. Nasib dana commitment fee Formula E tidak jelas
Pemprov DKI sebelumnya telah menyetor commitment fee sebesar Rp 360 miliar dan 200 miliar kepada panitia Formula E. Adapun ajang balap mobil listrik yang hendak digelar tahun 2020 itu pun batal dan belum ada kepastian untuk tahun 2021. Idris menyebut belum terlihat kesungguhan dari Anies untuk mengembalikan uang Rp 560 miliar itu.
“Tindakan itu kontras dengan pemotongan tunjangan PNS tahun 2020 sebesar 50% karena defisit anggaran,” tutur dia. Di sisi lain, menurut Idris, Pemprov DKI membutuhkan dana yang besar untuk menangani Covid-19 yang kini tengah mewabah di Ibu Kota.
<!--more-->
4. Prioritas anggaran tak jelas
Idris memberi contoh buruknya prioritas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2020 Pemprov DKI Jakarta dilihat dari besarnga anggaran acara yang mencapai Rp 1,5 triliun. Di dalamnya terdapat anggaran Formula E sebesar Rp 1,2 triliun, di mana Anies memotong anggaran pembangunan sekolah dan gelanggang olah raga masing-masing Rp 455 miliar dan Rp 320 miliar.
Selain itu, kata dia, anggaran yang disediakan jntuk normalisasi dan tanggul pantai guna mengatasi banjir, pembangunan Light Rail Transit (LRT), dan infrastruktur air bersih sangat minim. “Bahkan belakangan anggaran pembangunan LRT dan air bersih dihapus akibat defisit APBD,” tutur Idris.
5. Normalisasi sungai mandek
Idris menyebutkan, program normalisasi sungai yang direncanakan sepanjang 33 kilometer kini tak ada kejelasannya. Seperti diketahui, sampai dengan 2017 sudah ada 16 km sungai yang dinormalisasi.
Namun, dari 2018-3029 tak ada kelanjutan kegiatan tersebut. Menurut Idris, pada tahun 2020 telah dilakukan pembebasan lahan saluran air sebanyak 8,2 km. Namun, tak jelas apakah pada tahun 2021 telah dialokasikan anggaran normalisasi sungai di lahan saluran air itu.
Baca juga: Tiga Tahun DKI Dipimpin Anies Baswedan, PSI Ingatkan Soal Normalisasi Sungai
6. Realisasi naturalisasi sungai
PSI menyebut pada saat kampanye pemilihan kepala daerah, Anies Baswedan mengungkapkan gagasan naturalisasi sungai yang dianggap solusi ideal untuk masalah banjir jakarta. Pada rapat bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang pada 7 Juli 2020, Anies mengatakan bahwa naturalisasi berarti mengganti dinding sungai dari beton menjadi kawasan hijau untuk melindungi ekosistem.
Pada 26 September 2020 Anies Baswedan dalam Instagramnya memamerkan hasil naturalisasi sungai di Kanal Banjir Barat (KBB) segmen Sudirman-Karet. Namun, PSI menganggap proyek itu berbeda dengan konsep yang dipaparkan Anies sebelumnya.
“Proyek di KBB tersebut berupa perkerasan beton untuk tempat nongkrong dan spot selfie. Sama sekali tidak ditemukan aspek pencegahan banjir dan perlindungan ekosistem,” ucap Idris. PSI bahkan menyebut progres naturalisasi sungai masih 0 persen.
7. Rendahnya realisasi program DP 0 rupiah
PSI menyebutkan, pada awal menjabat Anies Baswedan menargetkan penyediaan 300 ribu unit rumah selama 5 tahun atau 60 ribu unit setiap tahun dalam program DP 0 rupiah. Namun, setelah 3 tahun, hanya tersedia 780 rumah atau 0,26 persen dari target.
8. Mandeknya pembangunan Light Rail Transit (LRT) fase 2
PSI mengatakan, berdasarkan Rencana Pemvangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), pembangunan LRT direncanakan sekitar 110 kilometer dan terbagi dalam 7 rute. Proyek itu juga tercantum dalam Peraturan Presiden nomor 55 tahu. 2018 tentabg rencana induk transportasi Jabodetabek tahun 2018-2029 dan Perpres nomor 56 tahun 2018 tentang Proyek Strategis Nasional (PGN).
Adapun LRT fase 1 dengan rute Kelapa Gading-Velodrome telah rampung awal 2019 lalu. Sementara itu, pembangunan fase kedua hingga kini tak juga dimulai. PSI beranggapan proyek tersebut memiliki dasar yang kuat dan dibutuhkan untuk mengatasi kemacetan. “Dengan demikian PSI mempertanyakan komitmen Gubernur Anies untuk menyediakan transportasi massal berbasis rel di Jakarta,” kata mereka.
<!--more-->
9. Penyusunan perda tata ruang, termasuk pulau reklamasi, mandek
Menurut PSI, daftar peraturan daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). Mereka menyebut selama 3 tahun, Anies Baswedan tak menyerahkan rancangan perda-perda tersebut. Akibatnya, menurut PSI, pengembangan Jakarta terganggu dan akan berdampak pada perizinan.
10. Swastanisasi air belum dihentikan
Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan Nomor 31K/Pdt/2017 yang memerintahkan penghentian swastanisasi air dengan mengembalikan pengelolaan air bersih dari pihak swasta, PT Aetra dan Palyja, kepada Pemprov DKI jakarta. Kontrak kedua perusahaan itu, kata PSI, akan berakhir pada 2023. Menurut mereka, salah satu persiapan yang paling penting adalah inventarisasi aset yang dikuasai pihak swasta.
Baca juga: 3 Tahun Pemerintahan Anies Baswedan, Pengamat: DKI dan Pusat Kian Tak Harmonis
Tujuannya menurut PSI adalah mencegah hilangnya aset kilik Pemprov DKI. “Sayangnya baik Pemprov DKI maupun PAM Jaya belum melakukan inventarisasi aset, padahal waktu semakin dekat. PSI Mendesak agar Gubernur Anies Baswedan segera melakukan inventarisasi aset air bersih di Jakarta,” kata fraksi PSI DPRD DKI.