Penangkapan Peserta Demo, LBH Jakarta: Polisi, Berhenti Pakai Istilah Amankan
Reporter
Tempo.co
Editor
Juli Hantoro
Rabu, 21 Oktober 2020 19:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora menanggapi tindakan polisi yang merazia, melarang dan menangkap beberapa peserta demo Omnibus Law sebelum unjuk rasa di Patung Arjuna Wijaya pada Selasa, 20 Oktober 2020.
“Razia tas itu tidak pernah ada sebelumnya di aksi-aksi unjuk rasa di Indonesia. Dilarang-larang dengan alasan pelajar, tidak pakai jaket almamater itu tidak pernah terjadi sebelumnya,” kata Nelson saat dihubungi Tempo pada Rabu, 21 Oktober 2020.
Sebelumnya polisi memeriksa tas para mahasiswa sebelum bergabung dengan massa demo. Beberapa di antara mereka kemudian dilarang bergabung dengan demo BEM SI, dengan alasan salah satunya karena tidak memakai jaket almamater kampusnya.
Tindakan itu dilakukan di ujung Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat pada Selasa siang, 20 Oktober 2020.
Nelson menyindir polisi yang menolak menggunakan kata-kata penangkapan dan memilih menggunakan istilah mengamankan.
“Polisi berhentilah pakai istilah ’amankan’, karena itu tidak dikenal. Dan seringkali malah tidak “aman” karena dipukul, tidak boleh hubungi siapa-siapa, tidak dikasih akses pengacara, dan seterusnya,” kata dia.
Ia juga mempertanyakan tindakan polisi yang menangkap massa dengan alasan perusuh, padahal penangkapan dilakukan sebelum aksi unjuk rasa terjadi. “Bagaimana polisi bisa bilang perusuh tp kerusuhan belum terjadi?” kata dia.
Perihal ini, secara terpisah Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus berdalih penangkapan dilakukan dengan alasan tindakan preventif.
Yusri mengaku polisi sudah mempelajari pola mereka yang dianggap perusuh tersebut dan menerapkan pencegahan. “[Demo] sebelumnya pagi mereka sudah datang, sekarang ini dia ubah lagi, sore baru datang. Terakhir dia gabung sama-sama pada saat titik kumpul,” jelas Yusri seusai konferensi pers di kantornya, Rabu, 21 Oktober 2020.
Tentang tindakan penangkapan yang kerap terjadi menjelang dan sesudah demo, Nelson menilai hal ini sebagai intervensi pemerintah terhadap hak warganya. “Pemerintah terlalu banyak mencampuri hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum,” ujar dia.
WINTANG WARASTRI