Keluarga Pasien Geruduk RSUD Cengkareng, Persoalkan Status Covid-19
Reporter
Antara
Editor
Juli Hantoro
Rabu, 21 Oktober 2020 22:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rumah Sakit Umum Daerah atau RSUD Cengkareng digeruduk oleh massa dari keluarga pasien suspek Covid-19 pada Rabu, 21 Oktober 2020.
Massa yang emosi itu tak terima jika pasien bernama Muhammad, 52 tahun dirawat di ruang isolasi Covid-19. Massa pun menuntut agar pasien tersebut dikeluarkan dari rumah sakit.
Polisi kemudian memediasi kedua pihak. "Kami melakukan mediasi bersama pihak rumah sakit dan keluarga pasien untuk mencapai kesepakatan," kata Kepala Polsek Cengkareng Komisaris Fery Hutagaol di Jakarta, Rabu, 21 Oktber 2020.
Fery meminta masyarakat yang datang untuk tenang dan tak berbuat anarkistis. Setelah mediasi, Fery mengatakan keluarga akhirnya membawa pasien tersebut ke rumah berdasarkan surat pernyataan yang disepakati kedua belah pihak.
Salah satu perwakilan keluarga pasien, Rozak, mengatakan pasien yang merupakan kakaknya itu diharuskan dirawat di RSUD Cengkareng. Padahal menurut Rozak, kakaknya itu nonreaktif Covid-19 dan masih menunggu hasil tes usap keluar.
<!--more-->
Seperti diketahui, RSUD Cengkareng telah ditetapkan pemerintah DKI sebagai rumah sakit rujukan Covid-19.
"Hasil tes cepat non reaktif dan hasil tes usap belum keluar. Tapi anggota keluarga saya malah dirujuk ke sini dan diminta tanda tangan untuk persetujuan," kata Rozak.
Menurut dia, sebelumnya sang kakak dirawat di RSUD Koja karena penyakit infeksi paru. Namun pada pukul 02.00 WIB, pihak rumah sakit meminta sang kakak dipindah ke RSUD Cengkareng.
Menurut Rozak, pihak keluarga diberitahu kalau mereka cuma punya waktu 30 menit untuk menyepakati perpindahan itu. "Kami dipaksa tandatangan. Kalau tidak tanda tangan tengah malam itu juga oksigen kakak saya dilepaskan," ujar Rozak.
Panik, keluarga akhirnya menyetujui hal tersebut. Pasien pun dibawa ke RSUD Cengkareng dan dirawat di ruang isolasi Covid-19.
Menurut Rozak, pihak keluarga tak terima karena hasil tes belum keluar. Mereka khawatir jika dirawat di ruang isolasi maka kondisi Muhammad justru akan memburuk dan mengganggu kejiwaannya.
Apalagi rumah pasien dan keluarganya ada di Jakarta Utara dan keluarga dilarang menjenguk. Akhirnya pihak keluarga memaksa agar pasien tersebut dipulangkan.