Markas FPI di Megamendung Terancam Digusur, Aziz Yanuar: Lahan Telantar
Reporter
Mahfuzulloh Al Murtadho
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Kamis, 24 Desember 2020 05:41 WIB
TEMPO.CO, Bogor – PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII mengirimkan surat somasi kepada pimpinan pondok pesantren alam Agrokultural Markaz Syariah FPI Megamendung. Surat somasi yang ditandatangani Direktur PTPN VII I Mohamad Yudayat meminta pimpinan ponpes menyerahkan kembali lahan tempat berdirinya pesantren itu.
Dalam surat somasi bernomor SB/I.1/6131/XII/2020 tanggal 18 Desember 2020 itu, PTPN VIII menyebut lahan tersebut adalah aset mereka berdasarkan sertifikat HGU Nomor 299 tanggal 4 Juli 2008. “Penyerahan harus dilakukan dalam waktu 7 hari sejak surat itu diterima, jika tidak maka akan dilaporkan ke Kepolisian,” kata Mohamad dalam surat somasi PTPN VIII itu.
Dalam surat somasinya, PTPN VIII menuding pendirian ponpes milik Rizieq Shihab sejak 2013 itu merupakan tindak pidana penggelapan hak atas barang tidak bergerak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 385 KUHP, Perpu No 51 Tahun 1960 dan pasal 480 KUHP tentang larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya dan atau pemindahan.
Sebab, pendirian Ponpes di lahan milik PTPN VIII yang berlokasi di Desa Kuta seluas 30,91 hektar itu tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII. “Dengan (Surat Somasi) ini kami memberikan kesempatan terakhir serta memperingatkan Saudara untuk segera menyerahkan lahan tersebut kepada kami,” kata Mohamad dalam somasinya.
Kuasa Hukum FPI Aziz Yanuar mengatakan surat somasi dari PTPN VIII itu diterimanya pada Selasa 22 Desember. Namun Aziz membantah ponpes milik Rizieq Shihab itu telah menyerobot lahan milik PTPN VIII.
<!--more-->
Menurut Aziz, perihal status sertifikat lahan berdirinya Ponpes Agrokultural itu sudah dijelaskan oleh Rizieq Shihab saat peletakan batu pertama pembangunan masjid di kompleks ponpes itu pada 13 November lalu.
Aziz menyebut HGU lahan tersebut memang milik PTPN VIII, namun PTPN menelantarkan lahan tersebut dan tidak pernah menguasai fisik selama 30 tahun. “Dalam Undang-Undang agraria tahun 1960 kan jelas, jika pemilik HGU menelantarkan maka kepemilikan HGU akan dibatalkan. Otomatis klaim PTPN batal dengan sendirinya,” kata Aziz ketika dihubungi Tempo, Rabu, 23 Desember 2020.
Menurut Aziz, UU Agraria tahun 1960 itu menyebutkan jika lahan kosong tidak ada kepemilikan dan digarap dan dimanfaatkan oleh masyarakat selama 20 tahun maka masyarakat berhak untuk mengajukan sertifikat kepemilikan lahan tersebut.
Pada saat tanah itu dijual kepada Rizieq Shihab, Aziz mengklaim masyarakat sudah menggarap lahan yang ditelantarkan PTPN VIII selama lebih dari 30 tahun.
“Kita bangun Ponpes di lahan itu bukan merampas, tapi membayar kepada petani yang datang dengan membawa surat yang ditanda tangani oleh Pejabat setempat dan dokumennya lengkap, sudah ditembuskan ke Bupati dan Gubernur sebagai perwakilan institusi Negara,” kata Aziz.
Baca juga: Kata Pengacara Soal Rizieq Shihab Tersangka Kerumunan Megamendung
Kuasa hukum FPI Aziz Yanuar menyebut PTPN berbuat zalim karena ingin mengusir mereka dari lahan tersebut. Aziz menyebut FPI siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara, namun meminta PTPN lakukan ganti rugi uang yang sudah dikeluarkan untuk beli over-garap tanah dari petani dan biaya pembangunan yang telah dikeluarkan. “Agar biaya ganti rugi tersebut bisa kami gunakan untuk membangun kembali pesantren Markaz Syariah di tempat lain,” kata Aziz.
M.A MURTADHO