PPKM Mikro di DKI, Epidemiolog: Masih Berkompromi dengan Bisnis

Reporter

Imam Hamdi

Selasa, 9 Februari 2021 12:11 WIB

Warga beraktivitas tanpa menggunakan masker di masa PSBB Transisi Jakarta di Pasar Jatinegara, Jakarta, Jumat, 8 Januari 2021. Kepatuhan warga dalam mengenakan masker secara benar belum optimal. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Mikro menunjukkan bahwa pemerintah masih belum serius menanggulangi Covid-19. "Kebijakan ini justru menambah longgar pembatasan sosial. Sangat terlihat jelas bahwa pemerintah pusat masih terus berkompromi dengan bisnis dalam kebijakan kali ini," kata Tri saat dihubungi, Selasa, 9 Februari 2021.

PPKM Mikro mulai diterapkan hari ini hingga 22 Februari mendatang. Pembatasan sosial sekali mikro ini melonggarkan kegiatan usaha dengan mengembalikan kapasitas menjadi 50 persen seperti saat PSBB Transisi dan jam operasional hingga pukul 21.00, dari sebelumnya 19.00.

Baca: Jakarta Utara Bahas PPKM Mikro, Simak Pembatasan yang Akan Berlaku

Tri mengatakan pemerintah justru membuat pembatasan sosial yang semula berskala sedang menjadi lebih ringan dengan relaksasi kebijakan itu. Ia pesimistis penanggulangan wabah ini bisa dilakukan dengan baik. Apalagi provinsi dan banyak kota dan kabupaten di Pulau Jawa dan Bali, mesti mengikuti arahan PPKM Mikro ini.

"Seharusnya DKI tidak mengikuti PPKM Mikro dari pemerintah pusat.” Yang harus dilakukan DKI adalah mengetatkan PSBB tingkat sedang kemarin ke PSBB yang lebih berat.

PSBB tingkat berat di DKI bisa diterapkan dengan memaksimalkan penerapan 25 persen kapasitas sektor usaha dan mengurangi jam operasional hingga pukul 18.00. Selain itu, Pemerintah DKI juga bisa mengambil alternatif membuat jam malam agar warga tidak keluar rumah.

Advertising
Advertising

"Dan yang lebih penting berikan sanksi seberat-beratnya bagi pelanggar protokol yang sudah ditetapkan," ujarnya.

Menurut Tri, selama DKI mengikuti arahan pemerintah pusat dalam menerapkan pembatasan sosial maka tidak ada harapan untuk mengendalikan pandemi ini. "Pemerintah pusat tidak punya harapan untuk mengendalikan wabah. Karena yang dipikirkan adalah kompromi dengan bisnis dan ekonomi," ujarnya.

Tri menyarankan agar karantina wilayah diberlakukan agar penularan Covid-19 ini bisa cepat dikendalikan. Risikonya adalah perekonomian semakin terpuruk. "Tapi akan lebih cepat membaik setelah lockdown seperti Cina.”

Sedangkan efek kebijakan yang diberlakukan di Indonesia, bukannya menekan penularan, tapi justru tidak bisa diprediksi kapan berakhirnya. Di antaranya PPKM Mikro. “Sampai orang jenuh," ujarnya.

Berita terkait

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

2 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Pasca Pandemi, Gaya Belanja Offline Tetap Digemari Masyarakat

5 hari lalu

Pasca Pandemi, Gaya Belanja Offline Tetap Digemari Masyarakat

Riset menyatakan bahwa preferensi konsumen belanja offline setelah masa pandemi mengalami kenaikan hingga lebih dari 2 kali lipat.

Baca Selengkapnya

Dugaan Infeksi Cacar Monyet di Jayapura, Epidemiolog: Lesi Bisa ke Alat Kelamin

10 hari lalu

Dugaan Infeksi Cacar Monyet di Jayapura, Epidemiolog: Lesi Bisa ke Alat Kelamin

Cacar monyet atau Mpox bukanlah penyakit yang berasal dari Indonesia.

Baca Selengkapnya

Epidemiolog: Kasus Flu Singapura Bisa Bertambah Karena Idul Fitri dan Mudik Lebaran

23 hari lalu

Epidemiolog: Kasus Flu Singapura Bisa Bertambah Karena Idul Fitri dan Mudik Lebaran

Jumlah kasus flu Singapura bisa bertambah lagi seiring momentum Idul Fitri dan mudik Lebaran yang membuat intensitas pertemuan di masyarakat meninggi.

Baca Selengkapnya

Restrukturisasi Kredit Covid-19 Resmi Berakhir, BRI Optimistis Tak Berdampak Signifikan pada Kinerja

27 hari lalu

Restrukturisasi Kredit Covid-19 Resmi Berakhir, BRI Optimistis Tak Berdampak Signifikan pada Kinerja

BRI tetap optimistis atas keputusan OJK untuk menghentikan stimulus restrukturisasi kredit terdampak Covid-19.

Baca Selengkapnya

BPS: Kunjungan Wisman Februari 2024 Naik 11,67 Persen, tapi Masih Lebih Rendah Dibandingkan Sebelum Pandemi

28 hari lalu

BPS: Kunjungan Wisman Februari 2024 Naik 11,67 Persen, tapi Masih Lebih Rendah Dibandingkan Sebelum Pandemi

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan terjadi kenaikan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara atau wisman pada Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Jepang Waspadai Lonjakan Kasus Radang Tenggorokan, Berpotensi Pandemi?

30 hari lalu

Jepang Waspadai Lonjakan Kasus Radang Tenggorokan, Berpotensi Pandemi?

Otoritas kesehatan Jepang telah memperingatkan adanya lonjakan infeksi radang tenggorokan yang berpotensi mematikan

Baca Selengkapnya

Pemerintah DKI Siapkan Rp 171 Miliar untuk Bantuan KJMU 2024

44 hari lalu

Pemerintah DKI Siapkan Rp 171 Miliar untuk Bantuan KJMU 2024

Pemprov DKI Jakarta, melalui BPKD menyebutkan, anggaran sebesar Rp 171 miliar telah disiapkan untuk KJMU pada tahap I tahun 2024.

Baca Selengkapnya

Alasan DPRD Minta Pemprov DKI Evaluasi Anggaran KJMU

45 hari lalu

Alasan DPRD Minta Pemprov DKI Evaluasi Anggaran KJMU

Anggaran KJMU tahun ini menurun dari awalnya 19 ribu penerima manfaat menjadi tinggal 7 ribu penerima.

Baca Selengkapnya

Alasan PSI Tolak Pin Emas dalam Anggaran Pakaian Dinas Anggota DPRD DKI

47 hari lalu

Alasan PSI Tolak Pin Emas dalam Anggaran Pakaian Dinas Anggota DPRD DKI

PSI menyatakan konsisten menolak kemewahan yang menggunakan anggaran tetapi tidak mengutamakan rakyat.

Baca Selengkapnya