Korban Kekerasan Seksual WNA Asal China Datangi PPA Polda Metro Minta Keadilan
Reporter
Arrijal Rachman
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Senin, 20 Juni 2022 18:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang korban kekerasan seksual berinisial L, 30 tahun, mendatangi unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Metro Jaya karena kasusnya tak kunjung ditangani kepolisian. Perempuan itu menjadi korban pemerkosaan oleh seorang warga negara asing (WNA) asal Cina pada Juli 2020.
Pengacara korban, Prabowo Febrianto mengatakan, pelaku kekerasan seksual itu adalah seorang WNA Cina berinisial K, tenaga ahli di salah satu perusahaan telekomunikasi asal China yang ada di Indonesia.
Korban telah melaporkan kasus dugaan kekerasan seksual itu ke Polres Metro Jakarta Barat, namun tidak diarahkan membuat laporan, hanya sebatas konsultasi. Oleh sebab itu, pada 2 April 2022, kliennya melaporkan kasus yang dialaminya ini ke Polda Metro Jaya dan telah diterima dengan nomor laporan STTLP/B/1695/IV/2022/SPKT/Polda Metro Jaya.
Namun, sejak laporan polisi itu dibuat, kliennya tak kunjung mendapatkan perkembangan penanganan kasus dari tim penyidik Polda Metro Jaya. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) pun tak kunjung diperoleh.
"Kita minta SP2HP, sampai hari ini belum diberikan. Tapi dijanjikan 20 Mei sudah ada," kata Prabowo di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin, 20 Juni 2022.
Selanjutnya kronologi kejadian...
<!--more-->
Kronologi kasus dugaan kekerasan seksual
Menurut pengacara korban, kejadian dugaan tindakan kekerasan dan pemerkosaan ini berlangsung di sebuah apartemen di wilayah Jakarta Barat. Kliennya dan terlapor hanya kenal melalui media sosial. Karena terus dikontak oleh K, akhirnya korban bersedia diajak makan di sebuah restoran di Jakarta.
Namun mereka batal makan di restoran karena jam makan dibatasi selama 30 menit karena pandemi Covid-19. Akhirnya korban dibawa pelaku ke apartemennya dan dijanjikan akan dimasakkan makanan supaya bisa makan bersama.
Setibanya di apartemen, kliennya malah diperlakukan tidak baik oleh si pelaku. Prabowo mengatakan, kliennya dipaksa berhubungan intim dan juga menerima beberapa kekerasan fisik. Akibatnya, kliennya mengalami luka robek di bagian kewanitaannya dan harus menerima jahitan sekitar 2 cm.
"Mengalami kekerasan atau dipaksa bersetubuh sehingga korban mengalami luka robek di bagian kewanitaan yang menimbulkan trauma. Di visum juga ada beberapa luka fisik," ucap Prabowo.
Setelah kejadian, kliennya di bawa ke klinik oleh si terlapor dan terus menerima tekanan baik dari si terlapor maupun pengacaranya supaya korban tidak lapor ke polisi. Dia diiming-imingi akan dinikahi dan ditawari sejumlah uang supaya kasus ini tidak dilaporkan ke polisi.
"Klien saya ini wanita karir, bukan cewek dunia malam. Dia profesional, punya usaha, punya pekerjaan bagus, menurut saya juga punya power dia. Tapi akibat kejadian ini dia tidak fokus bekerja," kata dia.
Korban memberanikan diri lapor ke polisi
Akhirnya korban memberanikan diri untuk melaporkan kasus ini ke polisi, supaya mendapatkan keadilan. Harapannya supaya pelaku yang merupakan WNA segera diproses secara hukum.
"Pasal yang kami sangkakan Pasal 285 KUHP tentang kekerasan dengan ancaman, memaksa perempuan yang bukan istrinya untuk melakukan persetubuhan," kata Prabowo.
Menurut Prabowo, kliennya juga sudah membawa barang bukti seperti hasil visum di RS Polri, hingga bukti chat tekanan baik dari pelapor hingga pengacaranya. Meski punya barang bukti, pihaknya tak juga kunjung mendapat kepastian proses pemeriksaan, apalagi terlapor maupun pengacaranya juga tak kunjung datang saat dipanggil untuk pemeriksaan oleh polisi.
"Beliau bilang kasus ini masih menunggu penjelasan dokter dari saksi ahli, selanjutnya juga sudah melakukan upaya klarifikasi ke terlapor tapi sudah 2 kali kalau tidak salah tidak datang juga," ujar Prabowo.
Untuk itu, dia bersama kliennya hari ini mendatangi Unit PPA Polda Metro Jaya guna memastikan proses hukum kasus dugaan kekerasan seksual itu. Kedatangan mereka ke Unit PPA juga untuk memastikan dokter yang memeriksa bersedia menjadi saksi ahli. "Dokter di RS Polri ini, kita enggak tau bagaimana, lama sekali datang buat menjadi saksi ahli, atau menjelaskan pernyataan yang dia buat. Kan sudah visum, yang hasil ini," ujar dia.
Baca juga: Aliansi Mahasiswa Demo Tolak Putusan Bebas Pelaku Kekerasan Seksual di UNRI