Dakwaan Kasus Luhut Laporkan Haris Fatia Dibikin Terpisah, Kuasa Hukum: Melanggar Hukum Internasional
Reporter
Desty Luthfiani
Editor
Iqbal Muhtarom
Selasa, 4 April 2023 07:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa Hukum Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanty, M Isnur memprotes surat dakwaan kedua klienna dipisah yang membuat persidangan kasus yang sama ini berjalan terpisah.
Selain janggal, pemisahan surat dakwaan ini akan memberatkan masing-masing terdakwa. Padahal isi dakwaan terhadap Direktur Lokataru dan Koordinator Kontras itu keduanya sama.
Pada sidang pertama yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin kemarin, Isnu meminta agar perkara kedua kliennya digabung.
“Hari ini sidang pertama. Kami mendorong pengadilan untuk menggabungkan perkaranya,” kata Isnur kepada Tempo di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 4 April 2023.
Menurut Isnur, pemisahan dakwaan membuat persidangan kasus yang dilaporkan oleh Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan ini menjadi tidak efisien dalam segala hal. Padahal, isi dakwaan Haris dan Fatia hampir sama.
“Kenapa (harus digabung) pertama kita punya asas cepat sederhana dan murah. Kalau dipisah menjadi bertele-tele mengulang-ngulang, lama,” ucapnya.
Dengan membuat kasus Luhut ini menjadi dua persidangan yang terpisah, Haris harus menjadi saksi bagi dakwaan kepada Fatiah dan begitu sebaliknya. Kondisi ini akan memberatkan dan membuat bertele-tele.
“Ada upaya untuk sesama terdakwa saling memberatkan satu sama lain. Makanya kami mendorong pengadilan untuk digabungkan perkaranya,” tuturnya.
Jika keduanya merupakan terdakwa, kata Isnur. Mereka tidak diwajibkan atau bisa tidak bicara apapun. Akan tetapi, jika dijadikan saksi, dengan membuat kasus ini menjadi dua persidangan mereka harus memberikan keterangan kepada Majelis Hakim.
Malanggar hukum internasional
<!--more-->
Praktek terdakwa dijadikan saksi menurut Isnur menyalahi hukum internasional.
“Itu gak boleh dalam satandar hukum internasional namanya memberatkan diri sendiri. Harusnya jadi terdakwa jadi saksi itu kan gak boleh,” katanya.
Dalam persidangan Fatiah, Isnur mengajukan eksepsi selama 2 minggu dan ia meminta kepada Hakim Ketua agar persidangan berikutnya pada 18 April 2023 mendatang digelar secara bersamaan.
Fatiah Maulidiyanty, terdakwa pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan persidangan yang dilakukan beriringan tidak efisien.
“Jadi ini tidak efisien dan melelahkan bagi kuasa hukum. Tidak efisien, tidak mudah dan sangat merugikan hakim, Jaksa Penuntut Umum bahkan bagi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai pelapor. Dia harus melakukan kesaksian sebanyak dua kali,” kata Fatiah.
Dalam kasus yang dilaporkan Luhut ini, jaksa mendakwa Haris Azhar dan Fatia dengan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Serta dakwaan kedua diancam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ketiga, Pasal 310 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Bermula dari konten Youtube relasi ekonomi militer bisnis tambang Papua
<!--more-->
Kasus ini berawal dari konten di kanal Youtube Haris Azhar yang mengundang Fatia Maulidiyamty sebagai Koordinator Kontras. Keduanya membahas hasil kajian Koalisi Bersihkan Indonesia yang berjudul Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya.
Laporan tersebut memuat bisnis tambang di Blok Wabu dan situasi kemanusiaan serta pelanggaran HAM serta benturan kepentingan pejabat publik dalam praktek bisnis di Blok Wabu Papua.
Jaksa berpendapat hasil kajian Koalisi Bersihkan Indonesia belum dapat dipastikan kebenarannya. Selain itu, Haris Azhar disebut tidak pernah melakukan konfirmasi tudingannya kepada Luhut.
Saat menyaksikan isi konten Youtube Haris dan Fatia tersebut, Luhu geleng-geleng kepala nampak emosi. Luhut menyatakan isi perbincangan tersebut keterlaluan. Tuduhan bahwa ‘Luhut bermain tambang di Papua’ menurut Luhut tendensius, tidak benar dan "sangat menyakitkan hati saya," kata Luhut seperti termuat dalam dakwaan jaksa.
"Saya merasa nama baik dan kehormatan diri saya diserang’ lalu saksi Luhut mengatakan ‘di negeri ini tidak ada kebebasan berpendapat yang absolut. Semua harus dapat dipertanggungjawabkan’," bunyi surat dakwaan itu.
Pilihan Editor: EKSKLUSIF: Disebut Bermain Tambang di Papua, Luhut: Tendensius, Kehormatan Saya Diserang