AKP Andri Gustami Divonis Mati Kasus Narkoba, Bagaimana Hukuman Mati Bagi Koruptor Sesuai UU Tipikor?

Selasa, 12 Maret 2024 12:25 WIB

Ilustrasi Narapidana kasus korupsi. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Narapidana atau napi kasus narkoba menjadi yang terbanyak diganjar vonis hukuman mati di Indonesia. Terbaru adalah Mantan Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan AKP Andri Gustami. Vonis mati diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung karena ia terlibat peredaran narkoba jaringan Fredy Pratama.

“Menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa Andri Gustami,” kata ketua majelis hakim Lingga Setiawan dalam amar putusan yang dibacanya dalam persidangan, Kamis, 29 Februari 2024.

Selama ini hukuman mati identik sebagai ganjaran untuk pelaku perkara pembunuhan dan kasus narkoba. Namun, pidana mencabut nyawa ini ternyata sebenarnya juga bisa diterapkan bagi terpidana kasus korupsi.

Kendati demikian, amat langka rasanya mendengar kabar seorang koruptor dijatuhi hukuman mati. Paling banter hanya sebatas tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang kemudian kandas di sidang putusan.

Lantas apa dasar hukum pidana mati bagi koruptor dan bagaimana penerapannya?

Advertising
Advertising

Regulasi hukuman mati sebelumnya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor. Pasal 2 ayat (2) beleid ini menyatakan terpidana korupsi dapat dijatuhi hukuman mati. Syaratnya, kejahatan korupsi tersebut dilakukan dalam keadaan tertentu.

“Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan,” bunyi pasal tersebut.

Dalam lampiran penjelasan pasal per pasal dalam UU Tipikor tersebut, dijelaskan bahwa maksud “keadaan tertentu” dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) adalah sebagai pemberatan bagi pelaku apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada keadaan tertentu. Tujuannya untuk memberi rasa jera bagi koruptor lain serta merupakan bentuk pencegahan korupsi.

Sedikitnya ada empat kriteria yang dijadikan landasan koruptor bisa dieksekusi mati. Kriterianya yaitu apabila korupsi dilakukan:

1. Pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

2. Pada waktu terjadi bencana alam nasional.

3. Sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, maupun

4. Pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Namun, baru setahun berlaku, UU Nomor 31 Tahun 1999 ini direvisi oleh UU nomor 20 tahun 2001. Lampiran penjelasan mengenai Pasal 2 ayat (2) pun berubah. Kriterianya bukan 4 hal tersebut lagi. Kendati demikian substansinya masih tetap sama. Adapun kriteria hukuman mati bagi koruptor menurut UU Tipikor yang baru ini, yakni:

“Apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.”

Fenomena korupsi terhadap dana penanggulangan krisis ekonomi terjadi pada 2020 lalu. Kala itu Indonesia dirundung Pandemi Covid-19. Pelakunya adalah Menteri Sosial saat itu, Juliari Batubara yang menilap duit bantuan sosial alias Bansos hingga Rp 17 miliar. Sempat berdesus isu vonis mati terhadap kader dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.

“Keselamatan masyarakat merupakan hukum tertinggi, maka yang korupsi dalam suasana bencana, tidak ada pilihan lain dalam menegakkan hukum, yaitu tuntutannya pidana mati,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR RI, Rabu, 29 April 2020.

Dalam perkara ini, Juliari terbukti menerima uang suap terkait pengadaan bansos Covid-19 sekitar Rp 32,482 miliar. Tapi bukan pidana mati, dia lalu dijatuhi hukuman oleh Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pidana penjara 12 tahun plus denda Rp 500 juta pada 23 Agustus 2021. Hakim juga mewajibkan Juliari membayar uang pengganti sejumlah Rp 14,5 miliar.

Mahfud Md, yang merupakan Menko Polhukam saat itu, mengatakan hukuman mati bagi napi korupsi sebenarnya sudah disepakati jauh-jauh hari. Kata dia, pemerintah sudah serius menegakkan aturan hukuman mati bagi koruptor. Namun, dalam penerapannya, hukuman terberat itu tak pernah terlihat karena hakim tak mau menetapkan.

“Kadang kala hakimnya malah mutus bebas, kadang kala hukumannya ringan sekali. Kadang kala sudah ringan dipotong lagi. Ya sudah, itu urusan pengadilan. Di luar urusan pemerintah,” ujar Mahfud saat ditemui di kantornya, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa, 10 Desember 2019.

Di sisi lain, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) justru menentang wacana hukuman mati sebagai pemberantasan korupsi di Indonesia. Mereka menegaskan penggunaan pidana mati tidak pernah menjadi solusi akar masalah korupsi. Direktur Eksekutif ICJR, Erasmus AT Napitupulu mengatakan pemerintah lebih baik fokus pada visi pemberantasan korupsi dengan memperbaiki sistem pengawasan pada kerja pemerintahan.

“ICJR sangat menentang keras wacana KPK ataupun aktor pemerintah lainnya untuk menjatuhkan hukuman mati sebagai solusi pemberantasan korupsi, terlebih pada masa pandemi ini,” ujar Erasmus dalam keterangan tertulis, Senin, 7 Desember 2020 lalu.

HENDRIK KHOIRUL MUHID | JACINDA NUURUN ADDUNYAA | EGI ADYATAMA | MIRZA BAGASKARA

Pilihan Editor: Vonis Hukuman Mati AKP Andri Gustami, Dulu Terpidana Mati di Indonesia Dieksekusi Gantung, Bagaimana Kini?

Berita terkait

KPK Tetapkan Bekas Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba Tersangka TPPU

48 menit lalu

KPK Tetapkan Bekas Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba Tersangka TPPU

Mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang

Baca Selengkapnya

Beda Sikap Soal Wacana Penambahan Jumlah Kementerian di Kabinet Prabowo

1 jam lalu

Beda Sikap Soal Wacana Penambahan Jumlah Kementerian di Kabinet Prabowo

Wacana penambahan jumlah kementerian di kabinet Prabowo perlu kajian ilmiah.

Baca Selengkapnya

4 Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa Penuhi Permintaan Syahrul Yasin Limpo karena Takut Dipecat

2 jam lalu

4 Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa Penuhi Permintaan Syahrul Yasin Limpo karena Takut Dipecat

Empat pejabat di Kementerian Pertanian kompak menjawab terpaksa memenuhi permintaan Syahrul Yasin Limpo karena takut dipecat atau dimutasi.

Baca Selengkapnya

Busyro Muqoddas Tak Lagi Percaya Pansel KPK Bentukan Jokowi, Desak Ada Proses Demokratis

5 jam lalu

Busyro Muqoddas Tak Lagi Percaya Pansel KPK Bentukan Jokowi, Desak Ada Proses Demokratis

Busyro Muqoddas tak ingin KPK kian terpuruk setelah pimpinan yang dipilih lewat pansel hasil penunjukkan Jokowi bermasalah

Baca Selengkapnya

Mahfud Md: Pilpres 2024 Secara Hukum Sudah Selesai, tapi Secara Politik Belum

5 jam lalu

Mahfud Md: Pilpres 2024 Secara Hukum Sudah Selesai, tapi Secara Politik Belum

Mahfud Md mengatakan Pilpres 2024 secara hukum konstitusi sudah selesai, tapi secara politik belum karena masih banyak yang bisa dilakukan.

Baca Selengkapnya

Gus Muhdlor Ditahan, Wakil Bupati Sidoarjo Dilantik Jadi Plt Bupati

6 jam lalu

Gus Muhdlor Ditahan, Wakil Bupati Sidoarjo Dilantik Jadi Plt Bupati

Gus Muhdlor dilarang menjalankan tugas sebagai bupati jika sedang menjalani masa tahanan.

Baca Selengkapnya

Praperadilan Eks Kepala Rutan KPK Ditolak, Pengacara Tidak Sependapat dengan Putusan Hakim

6 jam lalu

Praperadilan Eks Kepala Rutan KPK Ditolak, Pengacara Tidak Sependapat dengan Putusan Hakim

Pengacara eks Kepala Rutan KPK menghormati putusan praperadilan meski tidak sependapat dengan hakim.

Baca Selengkapnya

Syahrul Yasin Limpo Disebut Minta Honor Narasumber Rp10 Juta padahal Maksimal Rp4 Juta

6 jam lalu

Syahrul Yasin Limpo Disebut Minta Honor Narasumber Rp10 Juta padahal Maksimal Rp4 Juta

Bendahara Dirjen PSP Kementerian Pertanian mengaku diminta menyiapkan Rp10 juta untuk honor Syahrul Yasin Limpo sebagai narasumber

Baca Selengkapnya

Cerita Gus Muhdlor Pindah Mendukung Prabowo Setelah OTT KPK

6 jam lalu

Cerita Gus Muhdlor Pindah Mendukung Prabowo Setelah OTT KPK

Momentum pindah dukungan Gus Muhdlor saat pilpres ditengarai dipengarui kasus korupsi yang menjeratnya.

Baca Selengkapnya

Bupati Solok Selatan Dipanggil Kejati Sumbar Dugaan Korupsi Lahan Hutan untuk Ditanami Sawit

7 jam lalu

Bupati Solok Selatan Dipanggil Kejati Sumbar Dugaan Korupsi Lahan Hutan untuk Ditanami Sawit

Asisten Pidsus Kejati Sumbar Hadiman menjelaskan pemanggilan Bupati Solok Selatan itu terkait kasus dugaan korupsi penggunaan hutan negara tanpa izin.

Baca Selengkapnya