Bacakan Pleidoi Suap Perkara KSP Intidana di MA, Hasbi Hasan Klaim Diintimidasi Penyidik KPK

Kamis, 21 Maret 2024 15:32 WIB

Terdakwa Sekretaris MA nonaktif, Hasbi Hasan, mengikuti sidang pembacaan surat tuntutan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, 14 Maret 2024. Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut terdakwa Hasbi Hasan, pidana penjara badan selama 13 tahun dan 8 bulan, pidana denda Rp.1 miliar subsider pidana kurungan 6 bulan serta pidana tambahan membayar uang pengganti Rp.3,88 miliar subsider 3 tahun penjara, dalam perkara tindak pidana korupsi dugaan kasus suap pengurusan Perkara di Mahkamah Agung Republik Indonesia. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Mahkamah Agung (MA) nonaktif Hasbi Hasan membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam perkara gratifikasi dan suap perkara di MA. Hasbi mengklaim mendapat intimidasi dalam pengusutan kasusnya oleh penyidik KPK.

“Pada saat itu, posisi saya masih sebagai saksi, terdapat intimidasi verbal oleh oknum Penyidik KPK kepada saya dan staf-staf yang ada di Mahkamah Agung,” katanya saat membacaan pleidoi dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024.

Pada saat KPK melakukan penggeledahan di Mahkamah Agung, Hasbi mengatakan dia mendapat intimidasi verbal untuk mengubah Berita Acara Penggeledahan oleh penyidik KPK. Begitu pula saat pemeriksaannya sebagai saksi.

“Jika saya tidak mengubah Berita Acara maka chat-chat saya yang bersifat pribadi akan dibuka ke publik,” kata Sekretaris MA nonaktif itu.

Menurut Hasbi, penyidik KPK sempat berkata kepada Humas MA bahwa dia belum menemukan bukti keterlibatan Sekretaris MA, namun penasaran akan menangkap tangan Hasbi Hasan. “Oknum penyidik KPK tersebut ternyata sering kali menghubungi saksi (melalui chat WA) di luar pemeriksaan resmi dengan kata-kata yang tidak lazim,” ujarnya.

Hasbi juga menilai KPK berstandar ganda dalam pengusutan kasus, misalnya tentang gratifikasi wisata keliling (Flight Helli Tour) sebesar Rp 7,5 juta. “Saya sudah akan membayar namun tak diterima oleh Pihak PT Urban Co. karena sudah diselesaikan oleh Devi Herlina. Selanjutnya saya menghubungi Devi Herlina dengan maksud mengganti biaya yang sudah dikeluarkan, namun Devi Herlina hanya menjawab "nggak apa-apa Pak Hasbi kebetulan saya Notaris Urban. Co dan itu juga free of charge kok",” kata Hasbi.

Advertising
Advertising

Menurut dia, KPK tak responsif melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan menerima diskon atas biaya sewa helikopter oleh bekas Ketua KPK Firli Bahuri.

“Menurut ICW selisihnya melampaui Rp 140 juta dari sumber berita online Tempo.co: ICW Laporkan Firli Bahuri ke Dewas Soal Helikopter, Ini Perjalanan Kasusnya, Sabtu, 12 Juni 2021 18:32 WIB. Selain itu KPK juga tak pernah usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli, salah satu Komisioner KPK, yang menerima gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton Moto GP Mandalika dari PT. Pertamina (Persero), sumber berita online CNN Indonesia: KPK Tegaskan Tak Pernah Usut Dugaan Gratifikasi Lili Pintauli, Rabu, 29 Maret 2023 03.50 WIB,” tuturnya.

Ia menilai penetapan dirinya sebagai tersangka bukan berdasarkan hukum melainkan dipaksakan oleh penyidik KPK. Hasbi juga mengaku dijadikan target, meskipun tak ada alat bukti dan barang bukti yang sah berupa penerimaan / penyerahan uang suap kepadanya dalam penanganan perkara KSP Intidana.

“Dari hasil diskusi bersama teman-teman di dalam rutan yang senasib dengan saya terungkap bahwa penyidik KPK menetapkan tersangka lebih dahulu, lalu mencari alat bukti belakangan,” katanya.

Dalam perkara ini, Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut Sekretaris MA nonaktif Hasbi Hasan hukuman 13 tahun dan 8 bulan penjara subsider Rp 1 miliar.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasbi Hasan dengan pidana penjara selama 13 tahun dan 8 bulan, dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," ujar jaksa KPK Ariawan Agustiartono saat membacakan amar tuntutan pidana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 14 Maret 2024.

Jaksa KPK Ariawan Agustiartono mengatakan Hasbi Hasan juga dituntut pidana tambahan pembayaran uang pengganti Rp 3,88 miliar. Jika saat itu terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dijatuhi pidana penjara selama tiga tahun.

Menurut JPU, Hasbi Hasan bersama-sama dengan mantan Komisaris Independen Wijaya Karya (Wika) Dadan Tri Yudianto menerima suap senilai Rp11,2 miliar dalam pengurusan perkara Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana. Suap diberikan oleh Debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka agar Hasbi Hasan bersama Dadan mengupayakan pengurusan perkara kasasi Nomor: 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman dapat dikabulkan oleh hakim agung yang memeriksa dan mengadili perkara.

Pilihan Editor: Penemuan Mayat di Gudang Apotek Kimia Farma Samarinda, Manajemen Serahkan CCTV

Berita terkait

KPK Tetapkan Bekas Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba Tersangka TPPU

6 jam lalu

KPK Tetapkan Bekas Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba Tersangka TPPU

Mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba ditetapkan sebagai tersangka pencucian uang

Baca Selengkapnya

Busyro Muqoddas Tak Lagi Percaya Pansel KPK Bentukan Jokowi, Desak Ada Proses Demokratis

11 jam lalu

Busyro Muqoddas Tak Lagi Percaya Pansel KPK Bentukan Jokowi, Desak Ada Proses Demokratis

Busyro Muqoddas tak ingin KPK kian terpuruk setelah pimpinan yang dipilih lewat pansel hasil penunjukkan Jokowi bermasalah

Baca Selengkapnya

Gus Muhdlor Ditahan, Wakil Bupati Sidoarjo Dilantik Jadi Plt Bupati

12 jam lalu

Gus Muhdlor Ditahan, Wakil Bupati Sidoarjo Dilantik Jadi Plt Bupati

Gus Muhdlor dilarang menjalankan tugas sebagai bupati jika sedang menjalani masa tahanan.

Baca Selengkapnya

Praperadilan Eks Kepala Rutan KPK Ditolak, Pengacara Tidak Sependapat dengan Putusan Hakim

12 jam lalu

Praperadilan Eks Kepala Rutan KPK Ditolak, Pengacara Tidak Sependapat dengan Putusan Hakim

Pengacara eks Kepala Rutan KPK menghormati putusan praperadilan meski tidak sependapat dengan hakim.

Baca Selengkapnya

Praperadilan Bekas Kepala Rutan KPK Ditolak, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

14 jam lalu

Praperadilan Bekas Kepala Rutan KPK Ditolak, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan eks Kepala Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (Rutan KPK), Achmad Fauzi

Baca Selengkapnya

KPK Buka Peluang Hadirkan Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang di Sidang Syahrul Yasin Limpo, Bahas Kebocoran BAP

17 jam lalu

KPK Buka Peluang Hadirkan Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang di Sidang Syahrul Yasin Limpo, Bahas Kebocoran BAP

Eks Sespri Kasdi Subagyono minta perlindungan LPSK karena BAP miliknya di KPK bocor ke tangan Syahrul Yasin Limpo.

Baca Selengkapnya

Sidang Korupsi Syahrul Yasin Limpo, Jaksa KPK Hadirkan 4 Saksi dari Kementan

17 jam lalu

Sidang Korupsi Syahrul Yasin Limpo, Jaksa KPK Hadirkan 4 Saksi dari Kementan

Jaksa KPK menghadirkan empat saksi dalam sidang bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu, 8 Mei 2024

Baca Selengkapnya

Kepala Bea Cukai Purwakarta Dilaporkan ke KPK, Bermula dari Bisnis Ekspor Impor

17 jam lalu

Kepala Bea Cukai Purwakarta Dilaporkan ke KPK, Bermula dari Bisnis Ekspor Impor

Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean dilaporkan ke KPK oleh pengacara bernama Andreas atas tuduhan tak lapor LHKPN secara benar.

Baca Selengkapnya

KPK Masih Kumpulkan Alat Bukti Baru untuk Kembali Tetapkan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej sebagai Tersangka

18 jam lalu

KPK Masih Kumpulkan Alat Bukti Baru untuk Kembali Tetapkan Eks Wamenkumham Eddy Hiariej sebagai Tersangka

Johanis Tanak mengatakan dalam penyidikan baru tersebut KPK akan mencari bukti untuk penetapan tersangka.

Baca Selengkapnya

Kepala Bea Cukai Purwakarta Dilaporkan ke KPK Miliki Aset Hingga Rp60 Miliar, Segini Harta Kekayaannya di LHKPN

19 jam lalu

Kepala Bea Cukai Purwakarta Dilaporkan ke KPK Miliki Aset Hingga Rp60 Miliar, Segini Harta Kekayaannya di LHKPN

Dilansir dari laman e-LHKPN milik KPK, Kepala Bea Cukai Puwakarta itu terakhir melaporkan harta kekayaannya pada 31 Desember 2022.

Baca Selengkapnya