PT Antam Diduga Pernah Hindari Pajak Impor Emas yang Didatangkan dari Hong Kong Melalui Singapura, Begini Modusnya

Selasa, 4 Juni 2024 08:38 WIB

Dua dari empat tersangka korupsi tata niaga emas PT Antam menggunakan rompi tahanan keluar dari ruang pemeriksaan Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (29/5/2024). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Indonesia dihebohkan dengan dugaan kabar beredarnya 109 ton emas Antam ‘Aspal’ alias asli tapi palsu. Informasi tersebut beredar usai Kejaksaan Agung atau Kejagung mengumumkan pengusutan kasus dugaan korupsi tata niaga logam mulia di PT Antam periode 2010-2022.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus atau Jampidsus Kejaksaan Agung Kuntadi mengatakan, terdapat enam tersangka yang ditetapkan dalam kasus ini. Mereka secara melawan hukum dan tanpa kewenangan telah melekatkan merek Logam Mulia (LM) Antam terhadap logam mulia milik swasta.

“Padahal para tersangka ini mengetahui bahwa pelekatan merek LM Antam ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didahului dengan kontrak kerja dan ada perhitungan biaya yang harus dibayar, karena merek ini merupakan hak eksklusif dari PT Antam,” kata Kuntadi pada Rabu, 29 Mei 2024.

Akibatnya, selama periode 2010-2022 telah tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sejumlah 109 ton yang kemudian diedarkan di pasar secara bersamaan dengan logam mulia produk PT Antam yang resmi. Diangkatnya dugaan kasus korupsi di PT Antam mengingatkan kembali dengan kontroversi impor emas yang dilakukan perusahaan pelat merah tersebut, bersama beberapa perusahaan lain, selama periode 2019 hingga April 2021.

Pada 2021 lalu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menerbitkan sebuah dokumen yang berisi pemeriksaan impor logam mulia yang dilakukan sebelas perusahaan, termasuk PT Antam, pada periode 2019-2021. Berdasarkan laporan Majalah Tempo yang berjudul “Adu Fatwa Logam Mulia”, kesimpulan laporan itu mencantumkan potensi kerugian negara dalam impor tersebut mencapai Rp 2,9 triliun. Jumlah ini dihitung dari dugaan penggunaan harmonized system code (HS code) yang tidak sesuai.

Advertising
Advertising

Akibatnya, impor emas senilai total Rp 47,1 triliun itu tidak dikenai bea impor sebesar 5 persen dan pajak penghasilan (PPh) impor sebesar 2,5 persen, sesuai dengan Penetapan Klasifikasi Sebelum Impor (PKSI) Nomor 03 Tahun 2008 dan 20 Tahun 2020. Padahal, jika kode diterapkan dengan benar, Bea Cukai diperkirakan akan memperoleh bea impor melalui perdagangan emas selama dua tahun itu sebesar Rp 2,35 triliun dari bea impor dan Rp 597 miliar dari PPh.

Modus memasukkan emas ke Indonesia dengan bebas bea impor itu dilakukan dengan cara mengubah kode HS pada dokumen pemberitahuan impor barang (PIB). Diketahui, emas yang masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta itu diimpor melalui Singapura.

Di Singapura, hampir semua emas itu diekspor dengan menggunakan kode HS 7108.13.00. Ini adalah kode untuk emas berbentuk setengah jadi (semi-manufactured forms). Menurut aturan, jika emas jenis ini masuk ke Indonesia, maka akan dikenai bea impor sebesar 5 persen.

Namun, dalam dokumen pemberitahuan impor barang di Bandara Soekarno-Hatta, kode emas impor yang sudah berbentuk batangan dan berlabel itu justru berubah. Kode HS yang tercatat pada dokumen PIB adalah 7108.12.10. Ini merupakan kode untuk kategori emas bongkahan atau ingot (cast bar) yang harus diolah kembali. Karena itu, emas dengan kode ini tidak dikenai bea masuk.

Peristiwa tersebut membuat pejabat di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berselisih pendapat. Saat itu, Direktorat Teknis Kepabeanan Fajar Doni menyampaikan, emas yang diimpor tersebut termasuk kategori logam mulia dan dapat dikenai bea impor sebesar 5 persen dan pajak pertambahan nilai (PPn) sebesar 10 persen. Hal ini merujuk pada surat Penetapan Klasifikasi Sebelum Impor (PKSI) Nomor 03 Tahun 2008 dan 20 Tahun 2020.

Sementara itu, Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Soekarno-Hatta kala itu, Finari Manan meyakini bahwa produk emas yang diimpor PT Antam dan sejumlah perusahaan lain tersebut adalah emas bongkahan atau ingot. Keyakinan ini didapat Finari setelah bertemu dengan pejabat Antam.

Menurut dia, pejabat itu menjelaskan proses pengerjaan emas batangan. Ia pun memperoleh informasi soal perbedaan dalam memproduksi emas batangan kategori ingot (cast bar) dengan emas batangan (minted gold bar). Hal ini membuatnya semakin yakin penerapan kode emas impor sudah benar.

“Pejabat yang kami tunjuk dalam meneliti dokumen berkeyakinan bahwa importasi cast bar diklasifikasikan pada pos tarif 7108.12.10 dengan pembebanan nol persen,” ucap Finari dikutip dari Majalah Tempo.

Perbedaan pendapat antara Finari dengan para petinggi kantor pusat Bea Cukai itu ternyata bukan pertama kali terjadi. Pada April 2020, petugas Bea Cukai menemukan beberapa batang emas dari pengimpor PT Jardin Traco Utama. Emas dengan merek Argor-Heraeus itu telah dikemas rapi, bersegel, dan sudah tercetak keterangan berat dan kandungan emasnya.

Direktorat Teknis Kepabeanan kemudian menetapkan emas itu ke klasifikasi barang yang dikenai bea impor. Namun Finari kembali bersikukuh barang impor itu merupakan emas bongkahan. Tak hanya kepada PT Jardin, Finari diduga pasang badan untuk perusahaan pengimpor emas lain. Seperti PT Antam, PT Indah Golden Signature, dan PT Untung Bersama.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar-Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai R. Syarif Hidayat mengatakan, Bea Cukai Soekarno-Hatta dapat menetapkan kode HS yang berbeda sepanjang proses klasifikasi dilakukan dengan mengedepankan penilaian profesional. Antara lain dengan meminta keterangan lebih lanjut dari importir ataupun ahli terkait untuk membantu penetapannya.

Oleh karena itu, menurut dia klasifikasi minted gold bar berbeda dengan cast bar, sehingga tarif bea masuknya juga berbeda. “Jika memang ada perbedaan penetapan pos tarif, akan ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur yang berlaku,” ucap Syari

Baca Selengkapnya: “Adu Fatwa Logam Mulia”,

RADEN PUTRI

Berita terkait

Soal Laporan Etik Alexander Marwata, Eks Penyidik: Dewas Harus Cepat Bersih-bersih KPK

2 jam lalu

Soal Laporan Etik Alexander Marwata, Eks Penyidik: Dewas Harus Cepat Bersih-bersih KPK

Bagi Yudi, KPK sebagai lembaga role model harus menerapkan standar etik yang tinggi sehingga tanpa pandang bulu dalam menerapkan sanksi.

Baca Selengkapnya

Cerita Keluarga di Posko Pencarian Korban Longsor: "Kami Tahu Dia Menambang Emas di Solok"

4 jam lalu

Cerita Keluarga di Posko Pencarian Korban Longsor: "Kami Tahu Dia Menambang Emas di Solok"

Hasran Basrial, warga Kabupaten Solok Selatan, mengetahui cukup lama bahwa ponakannya bekerja menambang emas.

Baca Selengkapnya

Kabar Prabowo Siap Membentuk Badan Penerimaan Negara dalam Kabinet, Apa Tugasnya?

7 jam lalu

Kabar Prabowo Siap Membentuk Badan Penerimaan Negara dalam Kabinet, Apa Tugasnya?

Prabowo dikabarkan akan bikin Badan Penerimaan Negara. Hal ini disampaikan Burhanuddin Abdullah Dewan Penasihat Prabowo. Apa lingkup kerja badan ini?

Baca Selengkapnya

Sosok Anura Kumara Dissanayake, Presiden Srilanka yang Bubarkan Parlemen Sehari Usai Dilantik

7 jam lalu

Sosok Anura Kumara Dissanayake, Presiden Srilanka yang Bubarkan Parlemen Sehari Usai Dilantik

Anura Kumara Dissanayake adalah Presiden Sri Lanka yang disorot karena membubarkan parlemen sehari usai pelantikannya.

Baca Selengkapnya

Petinggi PT Timah Ungkap Sosok Buron Kejagung Tetian Wahyudi: Dia Mengaku Sebagai Wartawan

19 jam lalu

Petinggi PT Timah Ungkap Sosok Buron Kejagung Tetian Wahyudi: Dia Mengaku Sebagai Wartawan

Emil Ermindra mengatakan, Tetian Wahyudi dibawa oleh mantan Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani untuk dikenalkan kepadanya.

Baca Selengkapnya

World Tourism Day 2024 Ini 5 Negara Paling Damai di Dunia yang Wajib Dikunjungi

19 jam lalu

World Tourism Day 2024 Ini 5 Negara Paling Damai di Dunia yang Wajib Dikunjungi

Untuk memperingati World Tourism Day, berikut ini negara-negara terdamai yang diurutkan berdasarkan Indeks Perdamaian Global 2024.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Ungkap Kontribusi Pajak Orang Pribadi ke Kas Negara, Berapa dari Kelas Menengah?

19 jam lalu

Kemenkeu Ungkap Kontribusi Pajak Orang Pribadi ke Kas Negara, Berapa dari Kelas Menengah?

Kelas menengah berkontribusi terhadap penerimaan negara melalui pembayaran berbagai jenis pajak. Kemenkeu mengatakan jumlahnya tidak terlalu besar.

Baca Selengkapnya

Jutaan Kelas Menengah Rentan Jatuh Miskin, Prabowo Diharap Punya Solusi dan Tunda Kenaikan PPN

21 jam lalu

Jutaan Kelas Menengah Rentan Jatuh Miskin, Prabowo Diharap Punya Solusi dan Tunda Kenaikan PPN

Sekitar 9,4 juta kelas menengah rentan jatuh miskin. Pemerintahan Prabowo-Gibran diharapkan punya solusi dan menunda kenaikan PPN.

Baca Selengkapnya

Saksi Ungkap Hubungan Dekat Direksi PT Timah dan Buron Kejagung Tetian Wahyudi

22 jam lalu

Saksi Ungkap Hubungan Dekat Direksi PT Timah dan Buron Kejagung Tetian Wahyudi

Menurut keterangan saksi, PT Timah setidaknya sudah menggelontorkan uang Rp 986,4 miliar untuk membeli bijih timah melalui Tetian.

Baca Selengkapnya

Kementerian Keuangan Kaji Kenaikan Harga Jual Eceran Rokok di 2025

1 hari lalu

Kementerian Keuangan Kaji Kenaikan Harga Jual Eceran Rokok di 2025

Kementerian Keuangan sedang mempelajari bagaimana HJE tembakau akan berdampak pada pengendalian konsumsi rokok dan besar penerimaan negara.

Baca Selengkapnya