Cerita Ipda Rudy Soik Soal Jebakan di Balik Tudingan Perselingkuhan dengan Polwan
Reporter
Dede Leni Mardianti
Editor
Febriyan
Senin, 28 Oktober 2024 08:33 WIB
Karena atasannya tak kunjung datang, Rudy kemudian berinisiatif menelepon dua Polisi Wanita (Polwan) juniornya yang bertugas di Polda NTT untuk menemaninya. Tak lama berselang, dua Polwan itu datang dan Rudy pun mengajak mereka masuk ke restoran.
Rudy menyatakan dirinya diarahkan ke ruang VIP oleh pihak restoran karena pendingin udara di ruang biasa rusak. "Karena VIP itu biasanya ibu-ibu Bhayangkari makannya di situ," kata Rudy.
Sekitar 10 menit kemudian, lanjutnya, atasan Rudy di Polda NTT tersebut datang, bersamaan dengan anggotanya yang baru saja meninjau lokasi penimbunan BBM bersubsidi ilegal milik Ahmad. Rudy awalnya tak curiga karena memiliki hubungan baik dengan atasannya. Akan tetapi rupanya atasannya itu membawa sejumlah anggota Provos.
Rudy curiga setelah anggota Provos tersebut memvideokan dan memfoto pertemuan tersebut. Apalagi anak buahnya tak kunjung masuk. "Ternyata anggota sudah dicekal dulu, tidak boleh masuk, tidak boleh ikut, katanya Provos mau datang," kata Rudy.
Usai pertemuan itu, Rudy pun melapor ke Kapolres Kota Kupang Komisaris Besar Aldinan R.J.H Manurung. "Kapolres balas saya begini. Rud, ada musuh dalam selimut," tuturnya.
Mendapat peringatan dari Aldinan, Rudy pun menyelidiki siapa anggotanya yang menjadi pengkhianat. Dia pun akhirnya mendapatkan satu nama yang kemudian mengaku menerima uang Rp 3,8 juta dari Ahmad.
Belakangan, kata Rudy, pertemuan di Restoran Masterpiece itu menjadi salah satu aduan terhadap dirinya Bidang Profesi dan Pengamanan Polda NTT. Awalnya, Rudy dituding berselingkuh dengan dua Polwan tersut. Karena tak terbukti adanya perselingkuhan, menurut Rudy, laporan itu pun dialihkan menjadi tindakan tidak profesional karena mendatangi tempat hiburan saat jam kerja. "Mereka membangun narasi seperti itu," kata dia.
Atas tuduhan tersebut, Rudy Soik dikenakan sanksi penempatan khusus, sebutan untuk sanksi etik berupa pemenjaraan, selama 14 hari. Dia pun mendapat mutasi 5 tahun non-job di luar lingkungan Polda NTT. Dua Polwan yang bersamanya pun ikut terseret dan mendapat hukuman penempatan kusus 12 hari penjara.