Fakta-Fakta Kasus Impor Gula yang Seret Tom Lembong Sebagai Tersangka
Reporter
Rizki Dewi Ayu
Editor
Febriyan
Kamis, 31 Oktober 2024 05:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Charles Sitorus, sebagai tersangka kasus korupsi impor gula pada Selasa, 29 Oktober 2024. Tom diduga terlibat dalam pemberian izin import gula kristal mentah (GKM) ratusan ribu ton.
“Saudara TTL diduga memberikan izin impor gula kristal mentah 105 ribu ton kepada PT AP, yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih," kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Menurut Abdul, penyidikan dalam perkara tersebut telah berjalan selama satu tahun. Lebih jelasnya, berikut fakta-fakta kasus korupsi impor gula yang menjerat Tom Lembong:
Penyidikan selama satu tahun
Kejaksaan Agung menelusuri kasus ini sejak Oktober 2023. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengakui pihaknya sempat kesulitan mengusut kasus korupsi gula impor ini.
Harli menyatakan penyidik mengalami kesulitan untuk mengungkap siapa saja yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi ini. Selama kurun waktu satu tahun, menurut dia, penyidik terus melakukan penggalian. "Terus melakukan pengkajian dan terus melakukan pendalaman terhadap bukti-bukti yang diperoleh,” ucapnya.
Penyidik, menurut Harli, telah memeriksa Tom Lembong dan Direktur Charles Sitorus tiga kali dalam kurun waktu itu. Hanya saja, menurut dia, Tom dan Charles saat itu masih berstatus sebagai saksi. Dia pun menyatakan penyidik menetapkan Tom dan Charles setel merasa mengantongi bukti yang cukup soal keterlibatan keduanya.
Sementara Qohar menyatakan penyidik telah memeriksa 90 saksi dalam kasus ini sebelum akhirnya mengantongi bukti yang cukup soal keterlibatan Tom dan Charles.
Selanjutnya, peran Tom Lembong dan Charles Sitorus
<!--more-->
Penyidik mencurigai kebijakan Tom yang mengeluarkan persetujuan impor GKM sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP. GKM adalah bahan baku untuk produksi gula kristal putih (GKP).
Selain itu, Tom Lembong juga menandatangani surat penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula pada Januari 2016. Caranya, PT PPI bekerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah GKM impor menjadi GKP sebanyak 300 ribu ton.
Qohar menyatakan penerbitan izin ini menyalahi Peraturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004 soal impor gula. Dalam aturan itu, menurut Qohar, impor seharusnya hanya boleh dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kemendag juga dinilai seharusnya menunjuk PT PPI untuk langsung mengimpor GKP.
Selain itu, Kemendag juga diduga memberikan izin impor melebihi batas kuota maksimum yang ditetapkan oleh pemerintah. Qohar juga menyatakan pemberian izin impor itu tidak melalui rapat koordinasi dengan instansi lainnya serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian soal kebutuhan gula dalam negeri. Qohar juga menyatakan pemberian itu kontras dengan hasil rapat antarkementerian yang menyimpulkan Indonesia mengalami surplus gula sehingga tak diperlukan impor.
Peran Charles Sitorus di Kasus Impor Gula
Sementara Charles, menurut Qohar sempat memerintahkan bawahannya untuk mengadakan pertemuan dengan delapan perusahaan gula sebelum Tom memberikan penugasan kepada PT PPI. Delapan perusahaan itu adalah: PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Angels Product, PT Makassar Tene, PT Berkah Manis Makmur, PT Sentral Usahatama Jaya, PT Duta Segar Internasional dan PT Medang Sugar Industri.
PT PPI kemudian menjalin kerja sama dengan kedelapan perusahaan yang akhirnya mengolah GKM impor menjadi GKP. Padahal, menurut Qohar, mereka hanya memiliki izin untuk mengelola gula rafinasi.
PT PPI, menurut Qohar, juga kemudian seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula itu sebenarnya dijual oleh kedelapan perusahaan tersebut kepada masyarakat melalui distributor. Harga penjualan gula itu pun dipatok Rp 16.000 per kilogram, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu, yakni Rp 13.000 per kilogram, dan tanpa melalui operasi pasar.
"Bahwa dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah menjadi gula kristal putih tersebut, PT PPI mendapatkan fee (upah) dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp105 per kilogram," kata Qohar.
Negara Rugi Rp 400 Miliar
Kejaksaan Agung menyatakan perbuatan Tom Lembong dan Charles Sitorus, merugikan negara sekitar Rp 400 miliar. Nilai itu berasal dari potensi keuntungan yang seharusnya dinikmati oleh PT PPI sebagai BUMN. PT PPI kehilangan keuntungan itu karena harus bekerja sama dengan delapan perusahaan.
Meskipun demikan, Harli Siregar menyatakan pihaknya masih akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung lebih lanjut kerugian negara dalam kasus korupsi impor gula ini. Kejaksaan Agung, menurut Harli, juga akan menelusuri apakah Tom dan Charles menerima aliran dana Rp 400 miliar tersebut.
"Soal kerugian negara yang sudah disampaikan bahwa ini akan terus dihitung untuk pastinya seperti apa. Aliran dana itu akan didalami juga,” ucap Harli di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, 30 Oktober 2024.
Raden Putri, Dinda Shabrina dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.