Terdakwa Hercules Rozario Marshall digiring petugas usai menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, (2/7). Hakim memutuskan hukuman 4 bulan penjara dikurangi masa tahanan terhadap Hercules. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Hercules Rozario Marshal, Boyamin Saiman, bakal mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kepala Polresta Jakarta Barat atas penahanan kliennya. Dia menyebutkan bahwa polisi tidak memiliki cukup bukti atas tuduhan pemerasan yang dilakukan oleh Hercules.
Menurut Boyamin, gugatan tersebut akan diajukan pada Senin pekan depan, 12 Agustus 2013. "Kami terpaksa menunggu karena libur Lebaran," katanya, Selasa, 6 Agustus 2013. Gugatan tersebut akan diajukan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Situasi libur Lebaran ini, menurut dia, tidak menguntungkan bagi kliennya. Dia beralasan bahwa gugatan tersebut semestinya harus dilayangkan secepatnya. "Ini menyangkut nasib dan kemerdekaan seseorang," katanya.
Boyamin menyebutkan bahwa sangkaan pemerasan terhadap Hercules tidak cukup bukti. Sebab, uang yang disebut sebagai hasil pemerasan itu merupakan upah atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh Hercules. "Kesepakatan pemberian upah itu didahului dengan surat perjanjian," katanya.
Selain itu, perkara pemerasan yang saat ini ditangani sebenarnya sudah pernah dikenakan pada perkara pertama. "Namun hilang di penuntutan jaksa," katanya. Dia menegaskan bahwa perkara yang telah diketahui sejak awal tidak bisa lagi diproses belakangan.
Tindakan polisi dalam mencicil perkara tersebut, menurut dia, melanggar Undang-Undang Dasar 1945 serta hak asasi manusia. Selain mengajukan gugatan praperadilan, dia berjanji akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal KUHP yang digunakan untuk mencicil perkara.
Bantah Lakukan Aksi Premanisme terhadap PT CNI, Warga Wolo: Kami Minta Pertanggungjawaban Perusahaan
23 Juni 2023
Bantah Lakukan Aksi Premanisme terhadap PT CNI, Warga Wolo: Kami Minta Pertanggungjawaban Perusahaan
Pemuda dan mahasiswa Wolo mengecam PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) yang menganggap aksi ratusan warga Desa Muara Lapao-pao, Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, sebagai aksi premanisme.