Dengan wajah tertutup, Ahmad Imam Al Hafitd (19) alias Hafiz tiba di Polda Metro Jaya untuk pelimpahan berkas dari polres Bekasi, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan (11/3). Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Ahmad Imam Al Hafitd membunuh Ade Sara Angelina Suroto dengan keji. Bahkan, ketika menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Hafitd tidak menunjukkan sikap menyesal. Wajahnya terlihat ceria. (Pembunuh Ade Sara Normal Saat Diperiksa).
Menurut psikolog dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, Vera Itabiliano Hadiwidjojo, perilaku Hafitd menyiratkan remaja itu terbiasa dengan kekerasan di lingkungan sosialnya. "Emosi remaja memang kadang meledak-ledak, juga dipengaruhi lingkungannya," kata Vera, Selasa, 11 Maret 2014. (Pembunuh Ade Sara Sering Mencuit Makian Kasar).
Vera menduga hal itu dengan melihat kejadian sebelum Hafitd membunuh Ade Sara. Dulu, remaja 19 tahun itu kerap meneror Ade Sara. "Ini menguatkan bahwa Hafitd sudah terbiasa dengan kekerasan," Vera menegaskan. (Hafitd, Pembunuh Ade Sara, Tidur dan Salat di Sel).
Tentang adanya dugaan Hafitd adalah psikopat, Vera menampiknya. Menurut dia, Hafitd belum bisa masuk kategori psikopat. Sebab, seorang psikopat tidak hanya kejam, tapi juga antisosial dan tidak punya empati pada orang lain. "Saya kira Hafitd masih bersosialisasi," ujarnya.
Kategori psikopat, Vera melanjutkan, tidak bisa dilabelkan kepada seseorang hanya berdasarkan satu tindakan. Melainkan merunut pada rekam jejak kehidupan selama ini. Dan semua itu mesti digali. "Karena pengalaman hidup Hafitd selama ini bisa berdampak pada perilakunya hingga nekat membunuh."