Kronologi Gugatan Rp 1 Miliar ke Nenek Fatimah
Editor
Evieta Fadjar Pusporini
Kamis, 25 September 2014 16:43 WIB
TEMPO.CO, Tangerang - Nurhana, 50 tahun, dan suaminya, Nurhakim, 70 tahun, menggugat perdata ibu mertuanya, Fatimah, 90 tahun, senilai Rp 1 miliar di Pengadilan Negeri Tangerang. Sengketa itu bermula dari tanah seluas 397 meter persegi yang sudah dijual Nurhakim kepada mertua laki-laki, almarhum H. Abdurahman, pada 1987. (Baca: Nenek 90 Tahun Digugat Rp 1 Miliar oleh Anak-Mantu)
Kepada Tempo, anak bungsu Fatimah, Asmah, 42 tahun, yang tak lain adik Nurhana, menceritakan muasal sengketa tanah itu. Menurut Asmah, tanah itu dibeli dari Nurhakim saat bapaknya masih hidup. "Sekarang di atasnya dibangun rumah yang ditinggali Fatimah dan dua anaknya yang lain Marhamah dan Rohimah," kata Asmah.
Menurut Asmah, ayahnya membeli tanah Nurhakim setelah sebelumnya menjual tanah dan bangunan yang semula menjadi tempat tinggal mereka di tepi Jalan Raya KH Hasyim Ashari, Kelurahan Kenanga, Cipondoh. Luasnya 3.600 meter persegi.
Dari hasil jual tanah itu, Abdurahman lalu membagi-bagikan uang sebagai warisan kepada empat anaknya; M. Amin, Sulastri, Bariah, dan Nurhana. "Nah tanah yang sekarang ditinggali Ibu, kata Bapak nantinya untuk Ibu, saya dan dua kakak saya yang menemani Ibu, Rohimah dan Marhama," kata Asmah.
Asmah mengatakan dia dan dua kakak perempuannya itu, juga ibunya menjadi saksi ayahnya menyerahkan uang Rp 10 juta kepada Nurhakim. "Saya lihat Bapak menghitung dan menyerahkan uangnya, waktu hitungan sampai Rp 5 juta, listrik padam dan dilanjutkan menghitung dengan lampu minyak," kata Asmah.
Asmah mengatakan kakak iparnya itu lalu menyerahkan sertifikat kepada ayahnya. "Iya Be (babe) uangnya sudah saya terima, ini sertifikatnya," ujar Asmah menirukan ucapan Nurhakim.
Bahkan sejak tanah itu ditempati, yang membayar pajak bumi bangunan adalah Fatimah. Namun saat Fatimah hendak mau mengurus balik nama sertifikat, Nurhakim selalu menolak dengan alasan ada hubungan menantu-mertua.
Namun belakangan, Nurhakim selalu mengungkit kalau tanah itu belum pernah dibayar. Nurhakim bersama istrinya pernah merantau ke Palangkaraya, Kalimantan. Begitu pulang dia menagih kembali uang pembayaran tanah yang konon menurutnya belum dibayar.
"Ibu sangat sedih. Pernah mau damai, tapi Nurhakim minta uang mulai Rp 20 juta lalu naik Rp 50 juta sampai Rp 300 juta dan puncaknya menggugat ke pengadilan," kata Asmah.
Sidang perdata yang dipimpin majelis hakim Bambang W. itu sudah beberapa kali berlangsung di pengadilan, mediasi menemui jalan buntu hingga akhirnya hakim melanjutkan perkara ini. Hari Jumat, 26 September, besok hakim akan melakukan sidang di lokasi sengketa.
AYU CIPTA
Berita Terpopuler:
Wartawati Tempo Dilecehkan Simpatisan FPI
FPI Demo, Masyarakat Diminta Dukung Ahok
Mayat Wanita Korban Pemerkosaan Tergolek di Kebun
Politik Komunikasi Ahok Terlalu Blakblakan
LBH Jakarta: Unjuk Rasa FPI Melanggar Hukum