TEMPO.CO, Jakarta - Proyek pengerjaan angkutan transportasi massal, Mass Rapid Transit kemungkinan bakal molor. Sampai kini pengerjaan MRT terganjal proses pembebasan lahan yang belum selesai. Salah satunya terkait lahan di daerah Fatmawati. Warga emoh menjual tanahnya ke pemerintah DKI. (Pekerjaan Jalur Layang MRT Tertunda Sebulan)
Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Agus Priyono mengatakan, pembebasan tanah terkendala dengan penolakan warga terkait harga tanah. Misalnya ia mencontohkan warga Melawai, Jakarta Selatan, yang meminta Rp 60 juta per meter persegi. Pemerintah menawarkan Rp 30 juta per meter persegi sesuai dengan nilai jual objek pajak di kawasan itu.
Adapun harga pasaran di wilayah Melawai dan sekitarnya Rp 40 juta per meter persegi. "Kami khawatirkan ada oknum yang main," ucapnya. Untuk mengatasi masalah pembebasan tanah, Agus akan menggunakan cara konsinyasi. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Kepentingan Umum. Agus mengatakan, cara konsinyasi akan dilakukan tahun depan. (Ahok: London Sepuluh Tahun Siapkan Olimpiade, Kita?)
Namun, Direktur Keuangan PT MRT Jakarta, Tuhiyat mengatakan pembangunan MRT masih sesuai dengan jadwal dan diharapkan tidak molor. "Kami punya jadwal pengerjaan. Sejauh ini on schedule," ujar dia. Ia mengakui pengerjaan MRT terlambat sampai 8 bulan karena masalah pembebasan lahan dan pengerjaan utilitas. Namun, menurut dia, keterlambatan masih bisa dikejar. "Kita akan percepat pembangunan di tengah-tengah," katanya.
Tuhiyat mengakui jika pembangunan molor, konsekuensinya pemerintah pusat harus membayar ganti rugi kepada Japan International Cooperation Agency (JICA). Besaran ganti rugi berapa ia tak mengetahuinya. "Konsekuensi dari pemerintah pusat," kata dia. (Pembebasan Lahan MRT, Ahok Siapkan Dua Jurus)
Selain itu, dalam klausul kontrak antara PT MRT dengan kontraktor ada juga yang mengatur soal ganti rugi. Kontraktor, ia melanjutkan, harus membayar sejumlah ganti rugi ke MRT jika bekerja tidak bagus. "Sejauh ini belum ada klaim pengerjaan oleh kontraktor jelek," ucapnya. Adapun jumlah yang dibayar kontraktor berapa, Tuhiyat mengatakan, tak mau menyebutkan berapa. "Ada perhitungannya."
Ia menyebutkan, masalah terberat pembangunan MRT adalah soal pembongkaran Stadion Lebak Bulus. Stadion seluas 10 hektare tersebut bakal dijadikan depo MRT. "Yang penting stadionnya cepat dibongkar. Kalau konstruksi mah bisa dikerjakan cepat," ucapnya.
ERWAN HERMAWAN
Baca Berita Terpopuler
Kasus Lumpur Lapindo, Desmond: Jokowi Sandera Ical
FPI Siap Amankan Natal, Asalkan...
Syafii Maarif Tiap Tahun Ucapkan Selamat Natal
UGM Galang Dukungan Lawan Massa Anti-Film Senyap
Syafii Maarif: Selamat Natal seperti Selamat Pagi
Jokowi Bantu Lapindo, Ruhut: Ical Harus Tahu Diri
Jokowi Talangi Lapindo, Soekarwo: Saya Lega Sekali
Kasus Lapindo, Duit Negara Rp 10 T, Ical Rp 3,8 T
Atribut Natal di Mal, FPI: Kami Tak Ikut Campur
KPK Telusuri Asal Uang di Rekening Gendut Foke