Pejabat DKI Kurang Patuh Laporkan Kekayaan
Editor
Sukma Nugraha Loppies
Jumat, 6 Februari 2015 01:03 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dinilai masih kurang patuh melaporkan harta kekayaannya. Padahal aturan tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 85 Tahun 2013 tentang Kewajiban Memberikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Menurut data Komisi Pemberantasan Korupsi, setidaknya 197 pejabat Pemprov DKI Jakarta dan badan usaha milik daerah wajib mengisi LHKPN berdasarkan peraturan gubernur tersebut. Namun, menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), dari jumlah itu, hanya 104 pejabat atau 52,8 persen yang baru menyampaikan laporannya hingga akhir 2014. ”Sisanya, 93 orang atau 47,2 persen, belum menyerahkan ke KPK,” ujar peneliti Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Nida Zidny Paradhisa, di Jakarta, Kamis, 5 Februari 2015.
Menurut dia, melaporkan LHKPN adalah hal prioritas bagi pejabat yang menduduki jabatan yang sama. Minimal, kata dia, dilaporkan dua tahun sekali. Adapun untuk pejabat baru, maksimal melaporkan dua bulan setelah menjabat. Menurut ICW, berdasarkan penelitiannya, rata-rata pejabat Pemprov DKI baru satu kali melapor. ”Padahal, jika dikroscek, masa jabatan mereka sudah lama,” ujar Nida.
Pihak Pemprov DKI mengakui bahwa ada pejabat DKI yang belum melaporkan kekayaannya pada 2014. Namun, menurut Kepala Bidang Pengendalian Kepegawaian Muhammad Kadar, hal tersebut perlahan-lahan bisa dipenuhi berdasarkan penetapan Peraturan Gubernur Nomor 102 Tahun 2014 tentang Kewajiban Lapor LHKPN yang merupakan perubahan atas Peraturan Nomor 85 Tahun 2013.
Kadar mengatakan hingga saat ini persentase pejabat DKI yang melaporkan LHKPN sudah meningkat. ”Naik sekitar 72 persen. Pasti nanti terus meningkat, apalagi semakin ketat oleh peraturan gubernur,” katanya.
Pemprov DKI saat ini menaikkan tunjangan kinerja daerah bagi pegawainya. Menurut ICW, kenaikan tunjangan kinerja ini seharusnya diimbangi pula dengan peningkatan kinerja pejabat dan PNS di lingkungan Pemprov DKI. ”Sekaligus meningkatkan pencegahan korupsi terutama dalam pengelolaan anggaran,” kata Nida.
ICW berharap terbitnya peraturan gubernur tentang kewajiban pelaporan LHKPN dapat diintegrasikan dengan kebijakan naiknya tunjangan kinerja. Misalkan, kata dia, jika para pejabat tidak patuh melaporkan harta kekayaannya, tunjangan kinerja mereka bisa dipotong.
Menanggapi hal ini, Kadar mengatakan, peningkatan tunjangan kinerja berbanding lurus dengan kinerja. Menurut dia, pegawai dan pejabat DKI lebih bergairah untuk bekerja. ”Mereka dari pagi sudah di kantor, kinerja meningkat, karena hal yang dikerjakan akan menambah satu poin,” kata Kadar.
Peningkatan tunjangan kinerja bagi para pegawai di DKI Jakarta, kata Kadar, masih diperjuangkan setiap unit pegawai. Sebagai contoh, setiap pekerjaan yang dilakukan akan diberi poin, dan setiap poin dikalikan dengan Rp 9.000. Demikian halnya jika ada yang terlambat masuk kantor atau tidak masuk kerja karena alasan sakit, izin, atau tanpa keterangan, akan ada pengurangan terhadap poin-poin tersebut. ”Misalnya, jika pegawai izin, akan dikurangi 2,5 persen. Sedangkan alpa dikurangi 5 persen dari tunjangan bruto,” ujar Kadar.
AISHA SHAIDRA