TEMPO.CO, Tangerang - Ary Avinto, 32 tahun, suami Rilda Amanda, 33 tahun, pasien Rumah Sakit Siloam, Karawaci, Tangerang, yang menjadi korban suntikan obat Buvanest Spinal yang diproduksi Kalbe Farma mengatakan, mendatangi Rumah Sakit Siloam, Karawaci, pada Rabu, 11 Februari lalu, sekitar pukul 10.00.
"Tujuan kami hanya untuk check up rutin, tapi karena usia kandungan istri saya sudah 40 minggu, kami siap saja jika dokter menyatakan untuk operasi pada hari itu juga," kata Ary kepada Tempo, Rabu malam, 18 Februari 2015.
Ternyata, kata Ary, dokter menyatakan Ida bisa dioperasi caesar hari itu juga. Sekitar pukul 14.30, Ida masuk ruang operasi dan suntikan yang diberikan dokter rumah sakit itu membuat Ida kejang-kejang dan akhirnya meninggal dunia.
Ida ternyata tidak sendiri, ada seorang ibu pasien urologi Rumah Sakit Siloam yang meninggal dalam kasus serupa.
Rumah Sakit Siloam, Karawaci, tidak membantah adanya dua pasien yang meninggal karena salah obat tersebut. "Tapi kami tidak bisa menjelaskan secara gamblang masalah ini," ujar Wakil Direktur Rumah Sakit Siloam Karawaci dokter Jeffrey Oeswadi kepada Tempo.
Menurutnya, biarlah yang memberikan keterangan dari PT Kalbe Farma dan Kementerian Kesehatan.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Roy Sparingga mengatakan telah memerintahkan PT Kalbe Farma untuk menarik seluruh peredaran obat suntik bermasalah. Namun sebagian obat itu diketahui masih beredar di pasaran. "Yang berhasil ditarik baru sekitar 90 persen," ujarnya, Rabu, 8 Februari 2015.
Kasus obat suntik bermasalah bermula dari meninggalnya dua pasien Rumah Sakit Siloam, Tangerang, pada 24 Februari 2015. Keduanya meninggal setelah disuntik obat bius, Buvanest Spinal. Belakangan diketahui obat itu bukan Buvanest, melainkan obat untuk mengatasi pendarahan, yang mengandung Asam Tranexamat.
Roy menjelaskan, perintah penarikan dikeluarkan guna menghindari jatuhnya korban lain. Berdasarkan hasil investigasi BPOM, kata Roy, obat yang diproduksi PT Kalbe Farma pada tanggal 3 November 2014 itu seluruhnya berjumlah 26 ribu. "Karena itu, BPOM akan terus memantau penarikan dua produk tersebut," katanya.
Obat yang dimaksud adalah Buvanest Spinal 0,5 persen Heavy ukuran 4 ml dan Asam Tranexamat kemasan dua ampul dengan nomor batch 629668 dan 630025. BPOM meminta kepada seluruh pengelola rumah sakit, para dokter dan apoteker untuk tidak menggunakan obat-obatan tersebut sampai investigasi mereka selesai.
JONIANSYAH
Berita terkait
Puan Maharani Minta Polri Tindak Tegas Mafia Obat Covid-19
1 Agustus 2021
Puan Maharani mengutuk praktik mafia obat, terlebih untuk obat terapi Covid-19. Meminta mereka ditindak tegas.
Baca SelengkapnyaBantah Terawan, YLKI Sebut Harga Obat Mahal karena Mafia Impor
27 November 2019
YLKI menilai rencana Menkes Terawan Agus Putranto untuk mengambil alih perizinan obat tidak bakal mampu menurunkan harga obat.
Baca SelengkapnyaDiancam Mafia, Nyawa Conor McGregor Dihargai Rp 14,3 Miliar
11 Januari 2018
Bintang MMA dari UFC yang namanya sedang berkibar, Conor McGregor, dikabarkan sedang terlibat masalah dengan mafia Irlandia dan diancam untuk dibunuh.
Baca SelengkapnyaKasus Obat Palsu, IDI dan YLKI Desak Penguatan BPOM
10 September 2016
IDI meminta pengawasan obat dan makanan diperketat.
Baca SelengkapnyaIngin Harga Obat Murah, KPPU Gandeng UNDP
25 Mei 2016
KPPU menggandeng UNDP agar masyarakat lebih mudah mengakses obat murah.
Baca SelengkapnyaTak Pernah Terjadi, Pemenang Lelang Obat Dibatalkan LKPP
9 Februari 2016
Pelaku industri farmasi mempertanyakan akuntabilitas Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang membatalkan pemenang lelang obat
Baca SelengkapnyaObat di Indonesia Termahal di ASEAN, Ini Dalih Menkes
8 Januari 2016
Menteri Nila Moeloek mengatakan, obat-obatan paten tertentu seperti obat kanker mahal karena masih dibuat perusahaan farmasi asing.
KPPU: Harga Obat di Indonesia Termahal di ASEAN
15 Desember 2015
KPU menyebutkan harga obat di Indonesia termasuk salah satu yang termahal dibanding negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
Baca SelengkapnyaTekan Harga Obat di Indonesia, Ini Usul KPPU
15 Desember 2015
KPPU mengusulkan pemerintah mengambil sejumlah langkah untuk menekan harga obat di Indonesia yang selama ini tergolong termahal di Asia Tenggara.
Baca SelengkapnyaIni Surat Edaran Perhimpunan Dokter Tanggapi Suap Farmasi
13 November 2015
Investigasi Tempo menemukan sebanyak 2.125 dokter diduga menerima suap hingga Rp 131 miliar dari perusahaan farmasi.
Baca Selengkapnya