TEMPO.CO, Jakarta - Dede Heriyan alias Ian yang melakukan perampokan, penusukan, dan pembakaran rumah di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, tak berhasil menukarkan uang dolar Amerika Serikat hasil curian karena dianggap kedaluwarsa. Menurut Ketua Asosiasi Pedagang Valas Indonesia, Muhammad Idrus, uang pecahan 1990-an memang semakin kecil nilainya.
"Prinsip di pasar valas itu sebetulnya semakin lama uang itu maka semakin rendah nilainya," kata Idrus kepada Tempo, Jumat, 26 Juni 2015.
Ia menuturkan nilai uang tersebut sangat bergantung pada pasar dan negara yang mengeluarkan. "Kebijakan untuk menentukan nilainya itu bukan di kita," kata dia. Ia menuturkan tak dapat menaksir nilai dolar tersebut karena belum melihat bentuk fisiknya.
Ia mengatakan ada istilah dolar biru dan dolar putih dalam pasar valas. Dolar biru adalah keluaran dua tahun terakhir dan dolar putih adalah keluaran 2008-2010. "Dolar biru nilainya relatif lebih tinggi dari dolar putih," kata dia.
Istilah lain adalah dolar kecil dan dolar besar. "Dolar kecil adalah dolar yang gambar kepalanya kecil. Ini pecahan lama dan dolar besar yang gambar kepalanya besar dan nilainya relatif lebih tinggi," kata dia.
Selain soal tahun produksi, nilai uang ditentukan oleh pecahannya. "Kalau pecahan besar maka nilainya cenderung lebih besar ketimbang dolar yang pecahannya kecil," kata dia. Bentuk uang yang masih mulus atau sudah ada lekukan pun, kata Idrus, memiliki nilai berbeda.
Pada kasus di Pasar Minggu, Ian yang berusia 36 tahun itu mencuri 20 gepok uang dolar pecahan US$ 100. Ia sudah menukarkan uang tersebut ke dua tempat penukaran uang dan ke Bank Indonesia, namun ditolak. Uang tersebut diperkirakan bernilai Rp 3 miliar.