Jadi Tersangka UPS, Anggota DPRD DKI Fahmi Zulfikar Menangis  

Reporter

Editor

Anton Septian

Selasa, 17 November 2015 21:24 WIB

Perangkat Uninterruptible Power Supply (UPS) atau pasokan daya bebas gangguan di ruang penyimpanan UPS SMA 78, Jakarta, 28 Februari 2015. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama 'Ahok', laporkan dugaan penyelewengan dana APBD DKI 2014 yang diduga dilakukan DPRD DKI dalam pengadaan UPS. ANTARA/Puspa Perwitasari

TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Fahmi Zulfikar, Sunan Kalijaga, menceritakan reaksi kliennya setelah diberitakan bahwa ia dinyatakan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan Uninterruptible Power Supply (UPS) di beberapa sekolah Jakarta.

"Dia meneteskan air mata bahwa saya (Fahmi) tidak pernah menerima apapun, sepeserpun, terkait dgn kasus UPS," kata Sunan Kalijaga di Bareskrim Mabes Polri, Selasa, 17 November 2015.

Selain Sunan, Fahmi juga menceritakan hal serupa pada pengacara Ilal Ferhard. Dari dakwaan Alex Usman, Ilal menangkap ada beberapa titik pertemuan yang dilakukan oleh Fahmi dan beberapa pihak yang terkait dalam pengadaan UPS tersebut. "Padahal itu tidak dilakukan klien kami. Apalagi meminta bagian tujuh persen (dari anggaran), orang ketemu aja tidak," kata Ilal.

Dalam perencanaan pengadaan UPS ini, Ilal menjelaskan bahwa setiap anggota mempunyai hak untuk menyampaikan pokok pikiran (pokkir). Pokkir itu sendiri memiliki batasan anggaran yang diberikan oleh ketua dewan atau pimpinan. "Waktu saya di DPRD, per Dewan diberikan Pokir batas maksimal 20 miliar. Itu Pokkir hak kami sebagai anggota Dewan," kata Ilal.

Menurutnya, ada tiga hak yang dimiliki oleh anggota Dewan, yakni, hak legislasi, hak budgeting, dan hak monitoring. Dalam kasus ini, Fahmi menggunakan hak budgetingnya. "Kami dapat hak budgeting 20 miliar per orang sebagai Pokkir. Tapi ini nggak lucu masa klien kami dikatakan dapat Pokkir Rp 300 miliar," kata Ilal.

Masing-masing anggota Dewan mempunyai pokok pikiran. Namun, menurut Ilal, persetujuan tetap berada di tangan ekesekutif. Artinya pokok pikiran anggota dewan bukan hanya UPS, tapi masih banyak usulan lainnya. Itu hak kami (sebagai anggota Dewan), hak budgeting ya boleh. Tapi disetujui atau tidak disetujui itu tergantung dari anggaran ada apa tidak," kata Ilal.

Ilal mengakui bahwa benar kalau kliennya pernah mengajukan anggaran UPS ke DPRD. Namun, menurutnya itu adalah hal yang wajar karena itu adalah sebagian dari hak budgeting anggots dewan. "Yang dipermasalahkan adalah adanya tindakan korupsi tujuh persen dari itu, dari mana kok bsa menyalahkan klien kami?" kata Ilal.

Ilal menuturkan bahwa Alex Usman berperan sebagai eksekutif dan bertemu dengan legislatif. Dalam pertemuan itu, Alex menemui komisi terkait, yaitu Komisi E. Waktu itu, Fahmi sebagai anggota Komisi E yang diketuai oleh M. Firmansyah.

"Nah sejauh Pokkir itu disetujui dan dipakai eksekutif, itu hak eksekutif yang memakai anggaran tersebut bukan anggota Dewan," kata Ilal.

Menurut Ilal, seharusnya penyidik mengarahkan pemeriksaan kepada pimpinan terlebih dahulu sebagai pengambil kebijakan. "Masalah tujuh persen atau persen persenan bukan ada di anggota. Itu ada di pimpinan entah komisi atau pimpinan dewan. itu semua yang tahu di situ, kalau anggota Dewan nggak tahulah. Masa sampai masalah persen persen diurusin," kata Ilal.

Dua anggota DPRD DKI Jakarta, Fahmi Zulfikar dan M. Firmansyah, telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan UPS. Penetapan tersangka dilakukan pada Rabu lalu, 11 November 2015.

Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim telah memeriksa sebanyak enam saksi untuk mengusut tersangka baru selain Alex Usman dan Zaenal Soleman dalam dugaan korupsi pengadaan UPS. Enam saksi yang dielriksa di antaranya berinisial S, MG, FS, DR, E, L anggota DPRD 2009-2014.

Kasus korupsi UPS ini terbongkar sejak ditemukannya penggelembungan harga UPS sebesar Rp 5,8 miliar per unit dalam APBD 2014. Menurut informasi, harga satu UPS dengan kapasitas 40 kilovolt ampere hanya sekitar Rp 100 juta.

Fahmi Zulfikat dijerat Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Pasal itu mengatur tentang perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, korporasi, atau orang lain yang merugikan keuangan negara, serta penyalahgunaan jabatan.

LARISSA HUDA

Berita terkait

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

1 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Mantan Napi Korupsi Melenggang Menjadi Anggota Dewan: Nurdin Halid dan Desy Yusandi

29 hari lalu

Mantan Napi Korupsi Melenggang Menjadi Anggota Dewan: Nurdin Halid dan Desy Yusandi

ICW temukan 56 mantan napi korupsi ikut dalam proses pencalonan anggota legislatif Pemilu 2024. Nurdin Halid dan Desy Yusandi lolos jadi anggota dewan

Baca Selengkapnya

Kaesang Pangarep: Perolehan Kursi PSI di DPRD Meningkat Sekitar 200 Persen

37 hari lalu

Kaesang Pangarep: Perolehan Kursi PSI di DPRD Meningkat Sekitar 200 Persen

Kaesang Pangarep mengatakan, meski PSI tidak lolos ke Senayan, perolehan kursinya di DPR meningkat sekitar 200 persen.

Baca Selengkapnya

William Aditya Sarana Raih Suara Tertinggi Pemilu 2024 untuk Caleg DPRD DKI Jakarta, Ini Profilnya

40 hari lalu

William Aditya Sarana Raih Suara Tertinggi Pemilu 2024 untuk Caleg DPRD DKI Jakarta, Ini Profilnya

Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta William Aditya Sarana meraih suara terbanyak untuk caleg DPRD DKI dalam Pemilu 2024. Di mana dapilnya? Ini profilnya

Baca Selengkapnya

Wayan Koster Umumkan Lima Kader PDIP Bali Amankan Tiket ke Senayan

45 hari lalu

Wayan Koster Umumkan Lima Kader PDIP Bali Amankan Tiket ke Senayan

Wayan Koster mengatakan PDIP masih menjadi partai terkuat di Pulau Dewata meskipun capres-cawapresnya belum berhasil menang.

Baca Selengkapnya

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

54 hari lalu

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Meninggal Dunia Sebelum Kampanye, Caleg PAN Raih Suara Terbanyak di Jabar

54 hari lalu

Meninggal Dunia Sebelum Kampanye, Caleg PAN Raih Suara Terbanyak di Jabar

Meski telah meninggal dunia sebelum masa kampanye, caleg dari partai PAN, mendapatkan raihan suara terbanyak.

Baca Selengkapnya

Komisioner KPU Jayawijaya Dianiaya Massa Distrik Asotipo, Pleno Dibatalkan

56 hari lalu

Komisioner KPU Jayawijaya Dianiaya Massa Distrik Asotipo, Pleno Dibatalkan

Penganiayaan Komisioner KPU dan perusakan Gedung DPRD Jayawijaya berawal saat massa Distrik Asotipo datang membawa alat tajam dan batu.

Baca Selengkapnya

MK Perbolehkan Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD Maju Pilkada Tanpa Perlu Mengundurkan Diri

57 hari lalu

MK Perbolehkan Calon Anggota DPR, DPD dan DPRD Maju Pilkada Tanpa Perlu Mengundurkan Diri

MK menyatakan calon anggota DPR, DPD dan DPRD tetap boleh maju pilkada tanpa perlu mengundurkan diri sebagai anggota Dewan.

Baca Selengkapnya

Pegawainya Diduga Terlibat Pungli di Rutan KPK, Begini Kata Sekretariat DPRD DKI Jakarta

59 hari lalu

Pegawainya Diduga Terlibat Pungli di Rutan KPK, Begini Kata Sekretariat DPRD DKI Jakarta

DPRD DKI Jakarta siap untuk mengambil langkah dalam memproses pegawai bernama Hengki yang diduga terlibat dalam pungli di Rutan KPK.

Baca Selengkapnya