Penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya menangkap Jessica Kumala Wongso yang tengah menginap di sebuah kamar hotel di kawasan Mangga Dua, Jakarta, 30 Januari 2016. Foto/Dok Polda Metro Jaya
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti hukum dan pakar viktimologi Universitas Indonesia, Heru Susetyo, menilai ada unsur viktimisasi dalam penangkapan Jessica Kumala Wongso. "Seolah-olah harus ada pelaku dalam kasus ini," katanya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu, 30 Januari 2016.
Ia menjelaskan, pembunuhan Wayan Mirna Salihin bukanlah pembunuhan konvensional. Pembunuhan dengan racun bisa dilakukan dengan jarak jauh. Jadi pelaku tidak harus ada di lokasi. Heru mengatakan Jessica bisa jadi hanya operator, tapi bisa juga tidak terlibat.
Ia berpendapat polisi terlalu terburu-buru menangkap Jessica. Semestinya, polisi menunggu hingga bukti terkumpul. Ia khawatir ada pelaku lain yang tidak terungkap. "Saya khawatir, ketika Jessica ditangkap, tidak ketahuan siapa pelaku sesungguhnya," ucapnya.
Menurut dia, polisi terdesak oleh tuntutan masyarakat. Media menggiring masyarakat beropini bahwa polisi lelet menentukan pembunuh Mirna. "Seolah-olah polisi hanya ingin menunjukkan bahwa mereka capable," katanya.
Padahal, ucap Heru, polisi perlu berhati-hati dalam menentukan tersangka. Ia mewanti-wanti jangan sampai ketergesaan polisi mengganggu keadilan. Sebab, bisa jadi penangkapan Jessica melanggar asas praduga tak bersalah. "Polisi seharusnya tak menuruti selera masyarakat," ujarnya.
Jessica ditangkap pagi tadi di Hotel Mangga Dua, Jakarta Pusat. Ia ditangkap karena diduga sebagai pembunuh Wayan Mirna Salihin di Restoran Olivier pada 6 Januari 2016.