TEMPO.CO, Jakarta - Rustika Herlambang, Direktur Komunikasi Indonesia Indikator (I2), memaparkan, ada tiga faktor yang mempengaruhi menangnya Basuki Tjahaja Purnama dalam survei Pilkada DKI 2017. Pertama, ekspos Basuki selama 3 bulan berturut-turut melebihi ekspos kandidat lainnya.

Dalam keterangan pers yang dikirim pada Selasa, 16 Februari 2016, wanita yang biasa disapa Rustika itu menjelaskan, tempatnya merupakan perusahaan intelijen media, analisis data, dan kajian strategis menggunakan peranti lunak Artificial Intelligence.

"Hal ini terlihat dari pemberitaan Ahok dalam 3 bulan terakhir, sebanyak 22.935 berita, tiga kali lipat jumlahnya dibandingkan dengan total pemberitaan empat nama calon lainnya," tutur Rustika.

Kedua, kata dia, apabila dilihat dari persebaran pemberitaan di wilayah DKI Jakarta, Ahok masih menguasai 73 persen pemberitaan di media. Disusul Ridwan Kamil sebanyak 8 persen, Ahmad Dhani 7 persen, Sandiaga Uno dan Yusril Ihza masing-masing 6 persen. Hal ini, ujar Rustika, bisa dipahami karena Ahok masih memimpin DKI.

Sosok lain, seperti Adyaksa Dault diulas sebanyak 201 berita, Tri Risma sebanyak 157 berita, Abraham Lunggana sebanyak 149 berita, Tantowi Yahya sebanyak 122 berita dan Desy Ratnasari sebanyak 103 berita.

Selain itu, dibandingkan dengan kandidat lainnya, Rustika berujar, ekspos Ahok juga menyeluruh di seluruh Indonesia. Situasi ini pernah terjadi saat Jokowi mendaftarkan diri sebagai calon gubernur waktu itu. Ketiga, kata dia, adalah soal konten. Menurut dia, yang disampaikan Ahok masing-masing berkisar tentang aktivitas yang dilakukan terkait dengan posisinya sebagai gubernur.

"Dalam pengalaman Indonesia Indicator, kandidat yang memiliki pola pemberitaan seperti itu berpeluang memenangkan pemilihan gubernur. Sedangkan dari sisi sentimen negatif pemberitaan Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno sama-sama menempati sentimen negatif terendah, yakni sebesar 14 dan 13 persen," ujar Rustika.

Meski begitu, Rustika mengatakan para kandidat lain tidak perlu khawatir karena peta politik sangat dinamis. Menurut dia, berbicara mengenai pilkada adalah perihal menang-kalah dalam kontestasi.

"Perilaku pemilih kerap mencerminkan 'kekaguman sesaat' atau 'kekaguman sementara' dengan figur cagubnya. Dalam waktu setahun, para kandidat dan kandidat lain yang namanya belum disebut masih bisa mempersiapkan diri untuk menjadi pemimpin yang mampu mendengarkan suara warga, menangkap keinginan mereka, dan mampu mewujudkan harapan warga DKI,” ujar Rustika.

HADRIANI P.