Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok setibanya di Gedung KPK, Jakarta, 12 April 2016. Kedatangan Ahok tersebut untuk dimintai keterangannya terkait penyelidikan dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan bahwa di masa mendatang reklamasi akan menjadi hal yang lumrah dilakukan. Dengan semakin cepatnya lonjakan jumlah manusia, kebutuhan akan lahan pun akan semakin meningkat.
"Ada analisa dunia 40 tahun ke depan, kalau enggak mau lakukan reklamasi akan kelaparan karena penduduk bertambah banyak, lahan tidak cukup," kata Ahok di kantor Gubernur DKI Jakarta, Kamis, 14 April 2016.
Ahok menyatakan pada dasarnya tidak ada yang menolak reklamasi. Di banyak negara upaya reklamasi merupakan hal yang biasa dilakukan. Misalnya, di Singapura dan di Dubai. Kedua negara ini merupakan negara yang melakukan reklamasi di negaranya.
Menurut Ahok, Indonesia cukup beruntung dengan kondisi geologisnya. Indonesia berada di lempeng samudra sehingga kedalaman lautnya tidak terlalu dalam.
Dengan kondisi perairan yang dangkal, reklamasi dapat dilakukan dengan lebih mudah. "Maka beruntunglah Indonesia yang punya pulau, kita ini bukan lempeng samudra tapi lempeng benua makanya cetek," ujarnya.
Melalui Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995, pemerintah mengeluarkan izin untuk membangun pulau reklamasi. Aturan ini kemudian diperbarui oleh aturan lain, yakni Peraturan Presiden Tahun 122 Tahun 2012.
Ahok juga telah mengeluarkan izin bagi sejumlah pengembang yang tertuang dalam surat keputusan gubernur. Izin itu di antaranya dikeluarkan dalam bentuk SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo.
Selain itu, ada SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 2269 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau I kepada PT Jaladri Kartika Pakci. Ada juga SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 2485 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol.