Warga Bukit Duri Tolak Pindah ke Rusun, Ini Alasannya
Editor
Nur Haryanto
Kamis, 12 Mei 2016 16:54 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Komunitas Warga Bukit Duri RW 10, 11, dan 12, Vera W.S. Soemarwi, menolak penggusuran Kampung Bukit Duri terhadap rencana pembangunan Trace Kali Ciliwung dari Pintu Air Manggarai sampai Kampung Melayu. Warga Bukit Duri meminta haknya dipenuhi. Mereka meminta tanah diganti tanah, rumah diganti rumah. "Rusun bukan apple to apple," ucap Vera di Sanggar Ciliwung, Kamis, 12 Mei 2016.
Meskipun penduduk diberi pilihan untuk pindah ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa), sebagian besar mereka menolaknya. Alasannya, rusun tidak akan memberikan solusi apa-apa sebab kompensasi dalam bentuk rusun tidak setimpal dengan apa yang ditanggung warga. "Pembangunan tersebut tanpa adanya pertimbangan aspek sosial, ekonomi, dan kemanusiaan," kata Vera.
Menurut Vera, dalam pembangunan seharusnya pemerintah harus melibatkan masyarakat setempat. Namun, proses tersebut justru tidak dilakukan oleh pemerintah. "Tiba-tiba ada rencana normalisasi, lalu sosialisasi. Kami harus merobohkam rumah tanpa ada kompensasi jelas," katanya.
Vera menyebutkan pemerintah telah melupakan hak warga dan melanggar Undang-undang Dasar 1945. Sehingga, warga Bukit Duri sepakat untuk mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action). Warga Bukit Duri menunjuk tokoh masyarakat sekaligus Ketua Sanggar Ciliwung, Sandyawan Sumardi.
"Kami akan minta pertanggungjawaban pemerintah untuk melaksanakan kewajibannya memberikan hak warga karena mulai dari pemilik program sampai pelaksanaan sudah melawan aturan," kata Vera.
Selama ini, kata Vera, warga selalu memenuhi kewajiban untuk membayar pajak. Sebagian besar justru memiliki sertifikat hak milik. Namun, pemerintah dianggap mengabaikan hal itu dan tidak diiringi dengan perlindungan hak yang hakiki.
Pada 2 Mei lalu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mensosialisasikan bahwa akan ada penggusuran pada akhir Mei mendatang. Mendengar kabar tersebut warga meminta program pemerintah tersebut dihentikan karena dianggap ada tindakan melawan hukum.
Penggusuran tersebut melibatkan 384 keluarga dan 1.275 jiwa, serta lahan seluas 17.067 meter persegi. Akhirnya, warga mengajukan gugatan ke pengadilan pada 10 Mei lalu.
LARISSA HUDA