Ilustrasi penyitaan barang bukti narkotika sabu. Tempo/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Seorang warga negara Nigeria, Arinze Petrus Enze, lolos dari jeratan vonis mati atas kasus kepemilikan narkoba jenis sabu seberat 6,3 kilogram. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menolak menjatuhkan vonis mati seperti tuntutan jaksa dan memilih hukuman penjara 20 tahun bagi Arinze.
Ketua majelis hakim Bambang Budi Mursito mengatakan Arinze terbukti bersalah berdasarkan bukti-bukti formal yang disampaikan ataupun keterangan saksi di persidangan. ”Berdasarkan bukti secara formal dan saksi serta observasi hakim, (Arinze) terbukti melakukan tindak pidana secara hukum,” kata Bambang dalam sidang putusan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu, 18 Mei 2016.
Namun pidana penjara 20 tahun ini, menurut hakim, merupakan sanksi hukum yang edukatif sekaligus menjadi peringatan bahwa Indonesia negara penentang peredaran narkotik. "Pidana yang dijatuhkan adalah pidana maksimal yang dapat memberikan efek jera dan sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujarnya.
Sesuai dengan fakta persidangan, kata Bambang, Arinze bersama dua saksi lain, Rojali Padjar dan Dede Rosa, terbukti memiliki methamphetamine. Zat ini, dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdaftar dalam Golongan I, yang artinya dilarang digunakan untuk kepentingan kesehatan.
Arinze menjadi terdakwa atas dugaan kepemilikan narkoba jenis sabu seberat 6,3 kilogram. Sidang putusan sempat tertunda selama sepekan karena hakim ketua sakit.
Jaksa penuntut umum menganggap Arinze layak dituntut hukuman mati. Arinze diduga mengatur peredaran narkoba saat masih berada di Rumah Tahanan Salemba. Ia mengatur distribusi sabu oleh Rojali Pajar dan David. Ia juga memerintahkan pacarnya membuat KTP palsu untuk menerima dan menyimpan sabu dari luar negeri.