Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok usai menjalani pemeriksaan terkait kasus pembelian lahan RS Sumber Waras, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 12 April 2016. Tempo/Ghoida Rahmah
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau akrab disapa Ahok mengatakan ketua rukun warga dan rukun tetangga diberikan uang anggaran pendapatan dan belanja daerah jika menggunakan aplikasi Qlue dalam melaporkan masalah di lingkungannya. Dana yang keluar itu butuh pertanggungjawaban.
Jika ketua RW dan ketua RT enggan memakai Qlue, Ahok bingung cara mempertanggungjawabkan anggaran itu. "Soal Qlue, mereka mau masuk penjara atau tidak? Kalau kamu terima uang APBD itu, ada pertanggungjawabannya," kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Senin, 30 Mei 2016.
Ahok mengatakan banyak laporan pertanggungjawaban operasional yang dikarang alias fiktif. Pelapor hanya membeli kuitansi dan membuat transaksi keuangan sendiri.
Menurut Ahok, Qlue ini urusan yang terlalu kecil. "Ini sebenarnya tidak ada urusan dengan Qlue. Ini urusan dengan lapak-lapak yang mau dibongkarin," ujarnya. "Jadi kalau jual lapak bisa 1,5 juta sebulan dari PKL. Parkir liar gimana? Qlue itu kan cuma nyari alasan buat gimana ribut sama saya."
Ahok mengatakan kalau ada ketua RW dan RT yang tidak suka dengan Qlue, tak usah melaporkan dengan aplikasi itu. Namun, ia bertanya lagi, alasan mereka menolak memakai sistem ini.
"Apa sih susahnya cuma tiga kali sehari? Jangan bayangin 90 kali," kata Ahok. Ia mengatakan ketua RW dan RT disarankan mengirim laporan tiga kali sehari di Qlue. Artinya, 90 kali dalam sebulan. Setiap mengirim satu laporan, mereka mendapat uang Rp 12.500. Tiap bulan mereka mendapatkan Rp 1,2 juta. "Nah terus alasan apa lagi?"
Perdebatan mengenai Qlue mengemuka sejak Ketua RW 012 Kebon Melati, Tanah Abang, Agus Iskandar, dipecat Lurah Kebon Melati Winetrin, pada Jumat, 27 Mei 2016. Alasannya, lantaran Agus menolak membuat laporan minimal sehari tiga kali dengan Qlue.