DPR: Pembelian RS Sumber Waras Melanggar Administrasi  

Reporter

Editor

Bagja

Selasa, 14 Juni 2016 19:44 WIB

Suasana di depan Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat. TEMPO/Frannoto

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan kasus pembelian Rumah Sakit Sumber Waras oleh pemerintah Jakarta pada 2014 tak memenuhi unsur korupsi. KPK menampik audit Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan pembelian lahan seluas 3,6 hektare itu merugikan negara Rp 191,3 miliar.

Rupanya, Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat juga ikut mengkaji pembelian lahan senilai Rp 755 miliar itu. Panitia Kerja Penegakan Hukum, yang menganalisis kasus Sumber Waras dan Pasar Turi Surabaya, menemukan pembelian tersebut melanggar administrasi.

BACA: KPK: Tak Ada Unsur Korupsi dalam Pembelian RS Sumber Waras

Anggota Panitia Kerja, Arsul Sani, membacakan temuan tersebut di depan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam rapat kerja, Selasa, 14 Juni 2016. Panitia mengemukakan tiga temuan yang menyatakan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tak cermat ketika memutuskan melakukan pembelian tersebut.

Temuan pertama, kata Asrul, pembelian lahan Sumber Waras dibuat sebelum peraturan anggaran disetujui DPRD Jakarta. "Dari keterangan yang kami dapatkan, kajian lahan dibuat setelah Perda APBD 2014 disetujui. Jadi ini mengesankan kajian lahan hanya formalitas," katanya.

Temuan kedua, kebijakan umum perubahan anggaran 2014 baru ditandatangani pemimpin DPRD dan Ahok sebagai pelaksana tugas Gubernur DKI setelah Raperda APBD 2014, tepatnya 13 Agustus. "Padahal di situ tertera KUPA selesai dibahas pada 13 Juli," katanya.

BACA: Tak Ada Korupsi di Sumber Waras, Ahok: Aku Memang Tak Salah

SK pembelian tanah, kata Arsul, diterbitkan pada 13 Agustus. Temuan komisi hukum, SK tersebut baru ditandatangani pada 30 Desember 2014. Konsultasi publik yang ditandatangani pada 8 Desember 2014 juga keliru karena Komisi menemukan fakta pelaksanaannya 15 Desember.

Temuan terakhir adalah surat keputusan Gubernur Ahok soal penetapan lahan pada 19 Desember 2014, dua hari setelah tanda tangan akta pelepasan hak tanah. "Kami melihat enam tahapan pengadaan tanah untuk pembangunan, yaitu perencanaan, penganggaran, penyusunan tim pembelian tanah, penetapan lokasi, penentuan harga, dan penyerahan hasil pengadaan tanah yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta saat itu tidak sesuai dengan undang-undang dan Peraturan Presiden," ucap Arsul.

BACA: Dokumen Ini Ungkap 4 Fakta Audit Sumber Waras

Undang-undang yang dimaksud ialah UU Nomor 2 Tahun 2012, Perpres 70 Tahun 2012, dan Perpres 40 Tahun 2014. Komisi hukum, kata Arsul, merekomendasikan KPK menindaklanjuti temuan tersebut. "Kalau tidak ada unsur perbuatan melawan hukum, kami ingin menanyakannya dalam konteks tugas pengawasan kami," ucapnya.

INDRI MAULIDAR

Berita terkait

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

16 jam lalu

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Desa terbaru yang telah diteken Jokowi dan diwacanakan perubahannya sejak Mei 2022. Apa saja aturan barunya?

Baca Selengkapnya

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

17 jam lalu

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

Permintaan para kepala desa agar masa jabatannya ditambah akhirnya dikabulkan pemerintah. Samakah hasilnya dengan UU Desa?

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

17 jam lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Ahok Kritik Penonaktifan NIK KTP Jakarta: Jangan Merepotkan Orang

1 hari lalu

Ahok Kritik Penonaktifan NIK KTP Jakarta: Jangan Merepotkan Orang

Bulan lalu, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta mengajukan penonaktifan terhadap 92.493 NIK warga Jakarta ke Kemendagri.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

1 hari lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

Cerita Ahok Soal Ide Bangun Parkir Bawah Tanah Monas untuk Atasi Kemacetan Jakarta

1 hari lalu

Cerita Ahok Soal Ide Bangun Parkir Bawah Tanah Monas untuk Atasi Kemacetan Jakarta

Mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok mengatakan konsep tempat parkir bawah tanah Monas ini sempat masuk gagasannya.

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

2 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

3 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

3 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

3 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya