Kubu Sanusi Beberkan Kejanggalan Kontribusi Reklamasi

Reporter

Editor

Sugiharto

Selasa, 6 September 2016 21:19 WIB

Maqdir Ismail. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara terdakwa Mohamad Sanusi, Maqdir Ismail, mengungkapkan sejumlah persoalan dalam aturan kontribusi 15 persen yang dibuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bagi pengembang proyek reklamasi di Pantai Utara Jakarta.

Persoalan akibat ketidakjelasan aturan itulah yang membuat Maqdir mempertanyakannya kepada Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang hadir sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat pada Senin lalu, 5 September 2016.

Sanusi menjadi terdakwa karena diduga menerima suap dari pihak pengembang reklamasi berkaitan dengan pembahasan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang kontribusi tambahan bagi pengembang.

Menurut Maqdir, dalam persidangan dia meminta klarifikasi kepada Ahok serta pejabat dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang juga hadir sebagai saksi. Keterangan mereka dibutuhkan untuk memperjelas perdebatan Pemerintah DKI dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) soal kontribusi tambahan 15 persen dari hasil proyek reklamasi bagi pengembang dalam pembahasan raperda. "Perdebatan itu berkenaan dengan tidak jelasnya argumen Pemda DKI terhadap tambahan kontribusi 15 persen," kata Maqdir kepada Tempo hari ini, Selasa, 6 September 2016.

Baca: Jadi Saksi untuk Sanusi, Ahok: Argumentasi Sudah Disiapkan

Maqdir mengungkapkan, data pembanding yang diajukan oleh Ahok tidak sesuai dengan data dari perusahaan yang bangkrut. Penetapan besaran kontribusi tambahan dari hitungan nilai jual objek pajak (NJOP) berdasarkan deviden pembangunan Ancol pun dinilai tidak sebanding. Kemudian, penentuan Pulau K sebagai pembanding juga tidak akurat karena pulau tersebut belum dibangun.

Pengacara senior ini berpendapat, reklamasi Ancol Barat tidak bisa dijadikan ukuran karena berbeda kondisinya dengan proyek yang lain. “Ancol Barat hanya menambah daratan, pasti perlakuan dan biayanya berbeda dengan membangun pulau," ucap Maqdir.

Maqdir pun menilai, dasar hukum kontribusi tambahan 15 persen yang disebut mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 52 dan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 juga tidak tepat. Menurut dia, dalam aturan tadi tidak menyebutkan angka kontribusi sebesar 15 persen. Kedua aturan tersebut secara tegas menyebut kewajiban pengembang membayar kontribusi 5 persen dari hasil reklamasi.

Maqdir lantas menyatakan, ketentuan kontribusi tambahan untuk membangun daratan tidak sesuai dengan aturan sebab ketentuan tadi mengatur tentang pembangunan pantai daratan. Maka tidak benar kalau kesulitan di daratan diselesaikan dengan hasil reklamasi lewat penyerahan kontribusi tambahan 15 persen.

Baca juga
: Ditanya Soal Dana ke Teman Ahok, Sanusi: Saya Enggak Tahu

Adapun pertanyaan di persidangan soal kewenangan Ahok dalam penetapan kontribusi tambahan sangat penting karena itulah yang memicu perdebatan DPRD dengan Pemda DKI dalam pembahasan rancangan peraturan daerah. Dalam kaitan perdebatan kewenangan itulah muncul dugaan suap yang diterima Sanusi dalam pembahasan raperda yang diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Pembahasan Raperda yang dilaporkan alot kepada Gubernur adalah tentang kontribusi tambahan 15 persen. Dalam putusan perkara Ariesman, uang yang diterima Sanusi terkait dengan suap pembahasan raperda," ujar Maqdir.

Baca: Begini Percakapan Sunny-Sanusi Soal Raperda Reklamasi

Di sisi lain, dalam persidangan, Gubernur Ahok menyatakan kontribusi tambahan bagi pengembang reklamasi sudah sesuai dengan peraturan, yakni Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang. "Pengembang pun setuju memberikan kontribusi tambahan," ucap Ahok pada Senin, 5 September 2016.

Di depan Majelis Hakim yang diketuai Sumpeno, Ahok menerangkan besaran kontribusi tambahan 15 persen adalah hasil kajian tim ahli Pemda DKI. Tapi, Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD Jakarta tak setuju aturan kontribusi tambahan itu masuk dalam peraturan daerah. Balegda ingin ketentuan kontribusi tambahan diatur dalam peraturan gubernur.

Bahkan, menurut Ahok, Balegda ingin menghilangkan aturan mengenai kontribusi tambahan. Ahok menolak usulan Balegda. "Kalau masuk di pergub, saya ingin disahkan langsung. Tapi ternyata drafnya (pergub) tidak siap," tutur Ahok. Walhasil, pembahasan raperda tentang usulan kontribusi tambahan mandek.

Baca: Gaya Ahok dan Sanusi di Sidang Raperda Reklamasi

Dalam sidang itu, Ahok juga menyebutkan bahwa kontribusi tambahan dari pengembang akan memberikan keuntungan kepada Pemda DKI Jakarta. "Pengembang tidak keberatan dengan kontribusi tambahan," ucap Ahok.

Terdakwa Sanusi, yang sebelumnya petinggi Partai Gerindra, menyebut kontribusi tambahan tidak mempunyai landasan hukum. Informasi itu diperoleh Balegda DPRD ketika sidang bersama perwakilan Pemda Jakarta. "Pernyataan Tim Pemda yang diwakili Sekda dan Bappeda DKI Jakarta berbeda dengan yang disampaikan Pak Ahok (di persidangan)," kata Sanusi pada Senin, 5 September 2016.

Menurut Sanusi, Tim Pemda DKI itu dikirimkan mewakili Gubernur Ahok. Mereka dinilainya mempunyai kompetensi yang tinggi untuk mengambil kebijakan. Tapi, dia melanjutkan, dalam persidangan Ahok menyatakan tidak percaya dengan tim yang mewakilinya. "Itu yang disayangkan," ujar Sanusi.

LARISSA HUDA | ADITYA BUDIMAN



Terpopuler:
Pakar Patologi Duga Mirna Meninggal Akibat Sakit Jantung
Ini Penjelasan Bahwa Mirna Tewas Bukan karena Sianida
Terbongkar, Obrolan Rahasia Pejabat Sriboga Soal Bahan Kedaluwarsa
Sidang Kopi Maut: 3 Senjata Jessica Mentahkan Tuduhan Jaksa

Berita terkait

4 Wajah Lama Ini Kembali Muncul dalam Bursa Bakal Calon Gubernur Pilkada 2024

2 hari lalu

4 Wajah Lama Ini Kembali Muncul dalam Bursa Bakal Calon Gubernur Pilkada 2024

Sejumlah nama bakal calon gubernur di Pilkada 2024 sudah mulai bermunculan, termasuk 4 wajah lama ini. Siapa saja mereka?

Baca Selengkapnya

Pakar Sebut Ahok Masih Berminat Maju di Pilkada Jakarta, Apa Alasannya?

3 hari lalu

Pakar Sebut Ahok Masih Berminat Maju di Pilkada Jakarta, Apa Alasannya?

Ahok akan bersaing dengan sejumlah nama populer dalam Pilkada Jakarta 2024.

Baca Selengkapnya

Ahok Masuk Bursa Cagub DKI dari PDIP Selain Risma, Andika Perkasa, dan Basuki Hadimuljono

5 hari lalu

Ahok Masuk Bursa Cagub DKI dari PDIP Selain Risma, Andika Perkasa, dan Basuki Hadimuljono

PDIP mulai menjaring empat nama yang akan menjadi calon Gubernur (Cagub) DKI Jakarta. Lantas, siapa saja bakal cagub DKI Jakarta yang diusung PDIP?

Baca Selengkapnya

Selain Galih Loss, Ini Daftar Kasus Dugaan Penistaan Agama di Indonesia

8 hari lalu

Selain Galih Loss, Ini Daftar Kasus Dugaan Penistaan Agama di Indonesia

Kasus yang menjerat Galih Loss menambah daftar panjang kasus penistaan agama di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Gaya Ahok, Anies, dan Heru Budi Tangani Banjir di DKI Jakarta

37 hari lalu

Gaya Ahok, Anies, dan Heru Budi Tangani Banjir di DKI Jakarta

Banjir melanda sebagian wilayah di DKI Jakarta kerap terjadi berulang kali. Berikut gaya gubernur DKI menyikapi banjir di wilayahnya.

Baca Selengkapnya

Mereka yang Dijerat Kasus Penistaan Agama, Ahok hingga Panji Gumilang Pimpinan Ponpes Al Zaytun

37 hari lalu

Mereka yang Dijerat Kasus Penistaan Agama, Ahok hingga Panji Gumilang Pimpinan Ponpes Al Zaytun

Berikut sederet kasus penistaan agama yang dijatuhkan vonis untuk Ahok, Arya Wedakarna, dan terakhir Panji Gumilang Pimpinan Ponpes Al Zaytun.

Baca Selengkapnya

81 Tahun Ma'ruf Amin, Berikut Jalan Politiknya dan Pernah Punya Story dengan Ahok

51 hari lalu

81 Tahun Ma'ruf Amin, Berikut Jalan Politiknya dan Pernah Punya Story dengan Ahok

Ma'ruf Amin berusia 81 tahun pada 11 Maret ini. Berikut perjalanan politiknya hingga menjadi wapres, sempat pula berseteru dengan Ahok.

Baca Selengkapnya

Ramai Soal KJMU, Apa itu Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul yang Diinisiasi Ahok dan Diteruskan Anies Baswedan?

55 hari lalu

Ramai Soal KJMU, Apa itu Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul yang Diinisiasi Ahok dan Diteruskan Anies Baswedan?

Ramai di media sosial soal Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul yang disebut diberhentikan sepihak oleh Pemprov DKI Jakarta. Apa beda KJMU dan KJP Plus?

Baca Selengkapnya

Jika Ahok Berminat Maju di Pilkada DKI Jakarta, Status Mantan Narapidana Bisa Mengganjalnya? Ini Kata UU Pilkada

56 hari lalu

Jika Ahok Berminat Maju di Pilkada DKI Jakarta, Status Mantan Narapidana Bisa Mengganjalnya? Ini Kata UU Pilkada

Pengamat politik Adi Prayitno sebut nama Ahok dan Anies Baswedan masih kuat di Jakarta. Bagaimana dengan Ridwan Kamil?

Baca Selengkapnya

69 Tahun Deddy Mizwar, Perjalanan Karir Jenderal Nagabonar dari Aktor hingga Politisi

56 hari lalu

69 Tahun Deddy Mizwar, Perjalanan Karir Jenderal Nagabonar dari Aktor hingga Politisi

Menjadi politisi sambil tetap aktif dalam dunia film. Begini perjalanan Deddy Mizwar menapaki dua bidang yang berbeda tersebut.

Baca Selengkapnya