TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surwajono mengatakan fenomena fake news atau berita palsu di Indonesia semakin memprihatinkan. Ia mengatakan sekarang ini masyarakat lebih mempercayai berita-berita yang muncul di media sosial.
”Fenomena fake news luar biasa. Masyarakat lebih percaya berita yang muncul di BBM, WhatsApp, dan sebagainya,” kata Surwajono kepada wartawan di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, 23 Desember 2016.
Sekarang ini, kata Surwajono, masyarakat cenderung mencari pembenaran atas apa yang diyakininya benar, sehingga masyarakat cenderung mengkonsumsi informasi yang cocok dengan kenginannya meski informasi tersebut menjerumuskan.
”Generasi baru kita, atau disebut digital native, tidak lagi mengkonsumsi berita dari media yang terpercaya atau mainstream,” kata Surwajono. “Mereka mengkonsumsi berita dari link yang muncul di handphone-nya, tanpa melihat medianya.”
Surwajono mengatakan fenomena tersebut adalah persoalan serius. “Masyarakat perlu diberikan literasi agar mengerti berita mana yang layak dan yang tidak,” tuturnya.
Surwajono menambahkan, saat ini tengah muncul gerakan anti-berita hoax yang nantinya akan dibuat dalam bentuk aplikasi. Ia mengatakan fenomena fake news tidak bisa dilawan hanya dengan gerakan literasi, tetapi juga harus dilawan dengan teknologi.
Menurut dia, harus ada alat yang dapat mengecek suatu berita hoax atau tidak. “Kalau tidak ada alatnya, orang akan menganggap semua informasi di HP mereka adalah berita,” katanya.
DENIS RIANTIZA | JH
Berita terkait
3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS
28 hari lalu
Penganiayaan jurnalis oleh 3 anggota TNI AL terjadi di Halmahera Selatan. Ini respons Dewan Pers, AJI, dan KontraS. Apa yang ditulis Sukadi?
Baca SelengkapnyaAJI Ternate Kecam Penganiayaan terhadap Jurnalis di Bacan
33 hari lalu
Kekerasan yang dilakukan anggota TNI Angkatan Laut itu merupakan bentuk penghalangan terhadap kerja jurnalistik yang tidak sepatutnya terjadi.
Baca SelengkapnyaIndeks Keselamatan Jurnalis 2023: Ormas dan Polisi Paling Berpotensi Lakukan Kekerasan
33 hari lalu
Ormas dan kepolisian dianggap paling berpotensi melakukan kekerasan terhadap jurnalis.
Baca SelengkapnyaRespons AJI dan LBH Pers terhadap Perpres Publisher Rights yang Diteken Jokowi
22 Februari 2024
AJI dan LBH Pers meminta Perpres Publisher Rights yang telah disahkan Presiden Jokowi dijalankan secara akuntabel.
Baca SelengkapnyaAJI dan Monash University Imbau Pentingnya Penghapusan Ujaran Kebencian di Masa Pemilu 2024
14 Februari 2024
Ujaran kebencian berpotensi memicu perselisihan sosial. Ujaran kebencian juga dapat berujung pada stigma, persekusi, dan kekerasan.
Baca SelengkapnyaRespons Ketua BEM UGM Soal 3 Pakar Hukum dan Sutradara Dirty Vote Dilaporkan ke Polisi
13 Februari 2024
Ketua BEM UGM tanggapi pelaporan ke polisi terhadap sutradara dan 3 pakar hukum pemeran di film Dirty Vote. Ia khawatir terhadap kebebasan berpendapat
Baca SelengkapnyaKasus Ujaran Kebencian Meningkat Terhadap Kelompok Minoritas Sepanjang Pemilu 2024
13 Februari 2024
Ujaran kebencian terbanyak ditujukan terhadap kelompok Yahudi, disusul kelompok penyandang disabilitas.
Baca SelengkapnyaAJI dan Mahasiswa Kediri Gelar Mimbar Bebas Darurat Demokrasi
11 Februari 2024
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri bersama organisasi mahasiswa menggelar mimbar bebas bertajuk 'Darurat Demokrasi' di Kediri, Minggu, 11 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaJurnalis Diduga Jadi Korban Pelecehan saat Liput Kampanye Ganjar-Mahfud di Semarang
11 Februari 2024
Seorang jurnalis perempuan diduga menjadi korban pelecehan seksual saat meliput kampanye pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Semarang
Baca SelengkapnyaDewan Pers Terima Aduan Narasumber Majalah Tempo yang Dikriminalisasi
9 Januari 2024
Dewan Pers sudah menyatakan ke Polres Pasuruan Kota bahwa kasus yang menimpa Kosala Limbang Jaya harus diselesaikan melalui mereka.
Baca Selengkapnya