Bos Pandawa Group Salman Nuryanto saat wawancara khusus dengan TEMPO. TEMPO/Iqbal Ichsan
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat membantah kabar adanya anggota TNI yang membekingi bos Pandawa Grup, Dumeri alias Salman Nuryanto. Penyidik masih terus memeriksa kasusinvestasi bodong yang dilakukan Salman. "Kami belum temukan soal itu, nggak ada (TNI) yang kami periksa juga," kata Wahyu di Mapolda Metro Jaya, Kamis, 9 Maret 2017.
Menurut Wahyu, dalam kasus ini memang awalnya tidak ada pihak yang dirugikan. Hal itu terbukti dengan banyaknya masyarakat yang mendaftar menjadi anggota koperasi yang dibentuk Salman. "Masyarakat merasa dapat untung apabila menyimpan (uang) di tempat tersangka. Tersangka juga nggak punya jimat tertentu," katanya.
Dalam pemeriksaan, Salman mengatakan tidak menggunakan cara khusus untuk menarik nasabah. Kebanyakan nasabahnya juga berniat bergabung setelah sekadar bertemu dan berbincang dengannga. "Mereka ikut sendiri, pada ngobrol, trus ada yang percaya ada yang nggak. Yang percaya langsung ikut," katanya.
Ditanya soal penyaluran modal, Salman juga mengaku penyaluran yang ia lakukan sesuai dengan perhitungan awal dan berjalan lancar. Namun, lama kelamaan uang yang dikumpulkan habis untuk membayar anggota. "Pertama awalnya bener. Tapi kesininya malah digunakan untuk bayarin anggota," katanya.
Sejak terungkap pada Desember 2016, kasus penipuan investasi di Pandawa diambil alih oleh Polda Metro Jaya. Sang pendiri, Salman Nuryanto, sempat kabur sebelum akhirnya dapat dibekuk polisi. Bisnis ini menawarkan penyimpanan uang dengan bunga besar. Sejumlah pihak yang disebut leader (mulai 1-8) hingga diamond, merupakan nasabah yang telah lama ikut bisnis ini.
Kementerian Perdagangan Sebut Sektor Penjualan Online Terbanyak Mendapat Keluhan dari Konsumen
16 hari lalu
Kementerian Perdagangan Sebut Sektor Penjualan Online Terbanyak Mendapat Keluhan dari Konsumen
Kementerian Perdagangan menyebut sektor penjualan online paling banyak dilaporkan keluhan konsumen lantaran banyak penipuan. Selain itu, Kemendag telah menutup setidaknya 223 akun yang diindikasi sebagai penipu.