(ki-ka) Panitera Muda Pidana Umum MA Suharto, Sekretaris MA Achmad Setyo Pudjoharsoyo, Panitera MA Made Rawa Aryawan, Kabiro Humas MA Ridwan Mansyur menyampaikan konferensi pers setelah pertemuan dengan GNPF-MUI di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, 5 Mei 2017. TEMPO/Ahmad Faiz
TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator tim advokasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI), Nasrullah Nasution, berjanji akan mengawal secara rutin proses banding dan pengajuan penangguhan penahanan terhukum kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. GNPF, kata dia, sudah mengirimkan surat dukungan kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. "Kami akan mendatangi Pengadilan Tinggi DKI seminggu satu kali untuk menanyakan perkembangan kasusnya," ucap Nasrullah di Tebet, Jakarta Selatan, Selasa, 16 Mei 2017.
Menurut Nasrullah, pendapat para ahli sudah sangat banyak bahwa pengajuan penangguhan Ahok tidak bisa dikabulkan. Menurut dia, posisi Ahok sekarang adalah terhukum, dan hanya terdakwa atau tersangka yang bisa mengajukan penangguhan penahanan. "Dia jalani saja proses banding dan kasasi."
Nasrullah berujar, majelis hakim tinggi yang akan segera dibentuk setelah berkas memori banding masuk pasti punya dasar menolak penangguhan penahanan. Majelis hakim, kata dia, pasti jauh lebih mengerti proses berita acara pidananya. "Sudah tidak ada lagi perdebatan."
Juru bicara Kepala Hubungan Masyarakat Pengadilan Tinggi DKI, Yohanes Suhadi, menyatakan pengadilan tinggi belum memproses permohonan penangguhan penahanan Ahok. Alasannya, masih menunggu berkas perkara banding dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
"Wewenang untuk mengabulkan (penangguhan penahanan) itu ada di majelis hakim banding,” ucap Suhadi. Sampai saat ini, Pengadilan Tinggi DKI belum menunjuk hakim yang akan menangani perkara banding Ahok.
Pengadilan Negeri Jakarta Utara menghukum Ahok selama 2 tahun penjara karena terbukti menista Islam. Dalam putusannya, majelis hakim memerintahkan Ahok segera ditahan.