TEMPO.CO, Jakarta - Polisi meningkatkan status penyelidikan dugaan penghinaan dan ujaran kebencian terhadap pendukung Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi penyidikan. Penyidikan terhadap musikus Ahmad Dhani dimulai saat terbitnya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) pada 14 Juli 2017. Polisi akan kembali memanggil Dhani.
Meski begitu, Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Besar Iwan Setiawan mengaku belum menetapkan Dhani sebagai tersangka. "Kita lihat nanti hasil pemeriksaan lanjutan, ya," kata Iwan di Mapolda Metro Jaya, Selasa, 25 Juli 2017.
Dhani dilaporkan oleh Jack Lapian dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik karena cuitannya di akun Twitter pribadinya, "Siapa saja yang dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya”, “Ahok sengaja dipaksakan jadi DKI-1 supaya ada kontak dengan UMAT??? Mudah2an tidak sampe kontak senjata”, dan “Sila pertama KETUHANAN YME, PENISTA Agama jadi gubernur.....kalian WARAS???”. Cuitan terakhir itu ditulis pada Senin, 6 Maret 2017.
Saat melapor, Jack juga membawa sejumlah bukti print out cuitan mantan suami Maia Estianty itu. "Ini menghasut, mengajak, atau menyebarkan kebencian menjelang pilkada putaran kedua. Ini juga bisa dibilang black campaign," kata Jack pada Jumat, 10 Maret 2017.
Cuitan Ahmad Dhani itu menuai banyak komentar netizen seperti yang ditulis oleh akun @Pekalongan. "Sepertinya anda yang nggak waras, gagara kalah di pilkada. Sudahlah ente rejekinya di musik, maen disitu saja... #Waras."
Polisi membidik Dhani dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. "Setelah gelar perkara dan dinyatakan cukup bukti, dinaikkan ke tahap penyidikan," ujar Iwan.
Polisi, kata dia, memiliki dua alat bukti, yakni keterangan ahli dan barang bukti untuk membidik bos Republik Cinta itu. Saksi ahlinya adalah pakar hukum pidana dan teknik informatika.