TEMPO.CO, Jakarta - Khaeruddin, pengacara Abdul Malik Aziz alias Mohammad Akbar, tersangka pembunuhan terhadap istrinya yang pegawai Badan Narkotika Nasional (BNN) Indria Kameswari, mengatakan Akbar bisa terbebas dari jerat hukum asalkan memenuhi dua syarat.
Sarat pertama, kata Khaerudin, jika hasil tes kejiwaan menunjukkan Akbar benar sakit jiwa. “(Jika sakit jiwa) dia tidak bisa diproses secara hukum,” kata Khaeruddin, Sabtu, 23 September 2017.
Khaeruddin mengaku punya bukti bahwa Akbar terindikasi sakit jiwa. “Keluarga tersangka mengatakan, selama beberapa tahun terakhir Akbar berkali-kali mengunjungi dokter jiwa,” kata Khairuddin.
Lantas Khairudin mengutip Pasal 44 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): “Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.”
Kepolisian menjerat Akbar dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. "Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun."
Pasal lain yang mungkin dapat menyelamatkan Akbar, ujar Khaerduddin, adalah Pasal 49 KUHP tentang pembelaan darurat. “Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.”
Jika seseorang berada dalam keadaan guncangan dahsyat, menurut Khaeruddin, seseorang dibenarkan untuk membela diri. Menurut Khaerduddin, tindakan kliennya dapat dimasukkan dalam kategori pembelaan diri. “Ada bisik-bisik tersangka tentang kejadian sebenarnya,” imbuh Khaeruddin.
Akbar diduga melakukan pembunuhan terhadap istrinya, Indria Kameswari, hingga tewas di rumahnya, Perumahan River Valley, Desa Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jumat, 1 September 2017. Akbar ditangkap di Batam pada 3 September 2017. Saat ini, tersangka ditahan dan masih menjalani proses penyidikan di Kepolisian Resor Bogor.
MUHAMMAD NAFI’