TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mempertanyakan data penggusuran hasil penelitian LBH Jakarta. Lembaga itu menemukan penggusuran di 91 lokasi di era Anies sementara sang gubernur menegaskan tak pernah ada perintah penggusuran.
Baca:
Setahun Anies Baswedan, Warga Jakarta di 91 Lokasi Digusur
Anies Baswedan mengungkap kemungkinan eksekusi berupa penggusuran oleh pihak-pihak yang bersengketa dan tak berkaitan dengan Pemerintah DKI Jakarta. Untuk kemungkinan itu pun ia menegaskan tak pernah menyetujui permintaan intervensi untuk mengosongkan kawasan dari pihak-pihak yang terlibat sengketa.
“(Jadi) Buktikan dulu (penggusuran) itu dimana,” kata Anies Baswedan di Balai Kota, Senin 15 Oktober 2018. Pernyataan itu ditegaskannya kembali pada keesokan harinya, “Saya tidak mau bilang (data penggusuran) tidak benar. Yang mengatakan yang harus membuktikan, bukan saya.”
Baca:
Anak Buah Anies Baswedan: Tidak Ada Penggusuran, yang Ada ...
Berdasarkan penelitian LBH Jakarta bertajuk "Mengais di Pusaran Janji" pada 2017 dan "Masih Ada" pada 2018, penggusuran era Anies pada 2017 terjadi sebanyak 12 titik dan pada 2018—hingga September—sebanyak 79 titik. Data LBH juga menyebutkan, selama Januari hingga September 2018 saja, korban penggusuran mencapai 366 keluarga dan 866 unit usaha.
Siti, 36 tahun, salah satu warga korban penggusuran di Jalan Tenaga Listrik, Tanah Abang, Jakarta Pusat. TEMPO/M. Yusuf Manurung
Kepala Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta, Nelson Nikodemus Simamora, menjelaskan penggusuran tak seluruhnya oleh Pemerintah DKI Jakarta. Penggusuran juga dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Baca juga:
Penggusuran Era Anies Baswedan, Terendah Tapi Tanpa Musyawarah
Namun, Nelson menambahkan, Pemerintah DKI Jakarta seharusnya bisa melindungi masyarakat dari upaya penggusuran paksa seperti itu. Dasarnya, kontrak politik yang pernah dibikin Anies Baswedan dengan beberapa kampung kota. “Jadi harus pastikan dia tidak menggusur dan tidak ada penggusuran paska oleh siapapun," ucap Nelson.
Dia menyebut pihak yang biasa berkonflik dan menggusur adalah TNI, Polri, dan perusahaan. Nelson mencontohkan kasus di Ciracas, Jakarta Timur, oleh sebuah perusahaan dan penggusuran di Kapuk Poglar , Jakarta Barat, yang ingin dilakukan Polda Metro Jaya.