TEMPO.CO, Jakarta - Peristiwa listrik padam yang terjadi di wilayah Jabodetabek pada Ahad, 4 Agustus lalu berdampak pada operasional transportasi massal di ibu kota, seperti KRL dan MRT. PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) yang mengoperasikan KRL menyatakan perusahaan harus membatalkan 512 perjalanan harian kala itu.
Meski tak menyebut nominal, Juru bicara PT KCI, Erni Sylviane Purba mengatakan perusahaannya sudah mencatat terjadinya pembatalan hingga 42.506 tiket berdasarkan data pada Senin, 5 Agustus lalu.
"Sampai Senin ada pembatalan 42.506 tiket," kata Anne, sapaan Erni, Selasa, 6 Agustus 2019. Pembatalan ini berimbas pada pengembalian uang kepada konsumen KRL. KCI membuka loket pengembalian tiket sampai 11 Agustus mendatang.
Atas peristiwa itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pun menilai seluruh transportasi umum yang menggunakan tenaga listrik harus memiliki pembangkit listrik khusus. Menurut dia, pembangkit listrik mandiri ini dapat menjadi cadangan atau back up saat gardu PLN mengalami gangguan.
Pada situasi tersebut, transportasi tetap berfungsi dan melayani masyarakat. “Jadi double, sehari-hari memakai jaringan PLN. Tapi diback-up juga (pembangkit listrik khusus),” kata Budi. Untuk KRL, Budi menyebut diperlukan daya listrik mencapai 120 megawatt.
Namun Anne tak bisa berkomentar banyak tentang antisipasi terjadinya pemadaman listrik seperti yang terjadi Ahad lalu. Dia juga enggan berkomentar tentang imbauan membangun pembangkit atau fasilitas cadangan listrik untuk keretanya. “Prasarana listrik dan aliran di atasnya menjadi kewenangan PT KAI (Kereta Api Indonesia),” kata dia.
Sementara itu, MRT masih menunggu realisasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas yang akan dibangun PLN sebagai sumber cadangan listrik kereta cepat itu. PLTG khusus MRT itu dijanjikan akan dibangun di kawasan Istora Senayan. Saat terjadi listrik padam, operasional MRT pun terganggu. Bahkan perusahaan memperkirakan kerugian mencapai Rp 507 juta.