TEMPO.CO, Jakarta – Devy Christa, anak terpidana mati kasus narkotika Merry Utami bersama Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat mendatangi kantor staf kepresidenan di kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 1 November 2021.
Kedatangan Devy adalah untuk meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengabulkan grasi bagi ibunya.
“Kami menyerahkan surat terbuka, juga surat pribadi dari saya untuk mendorong presiden mengabulkan grasi ibu saya,” ujar Devy saat ditemui di Kompleks Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin, 1 November 2021.
Menurut Devy, ibunya tidak pernah membuat masalah selama di penjara, dia berharap hal tersebut bisa menjadi pertimbangan untuk meringankan hukuman Merry.
Relawan melakukan aksi damai meminta Presiden Jokowi mengabulkan grasi bagi Merry Utami di Bundaran Patung Kuda, Jakarta, Senin, 1 November 2021. Keluarga meyakini Merry hanya dijebak oleh Jerry dan dua temannya, yang merupakan bagian dari sindikat bandar narkoba. TEMPO/Muhammad Hidayat
“Harapan saya dengan saya datang ke sini menyerahkan surat terbuka untuk dipertimbangkan dulu gimana kasus mama,” ujar Devy.
Afif, Kuasa Hukum dari LBH Masyarakat yang mendampingi Devy, menginginkan agar Presiden Jokowi memahami situasi Merry yang sudah 20 tahun dipenjara tapi hingga saat ini tidak mendapatkan kepastian soal eksekusi matinya.
Afif mengatakan ketidakpastian yang menimpa Merry hingga saat ini melanggar Hak Asasi.
“2016 itu batal dieksekusi ya tapi sampai sekarang nggak ada kepastian. Itu tindakan yang melanggar hak asasi,” ujarnya.
Merry Utami divonis hukuman mati karena kedapatan membawa heroin 1,1 kilogram di dalam tasnya. Ia ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta pada Oktober 2001. Menurut pengakuannya, tas itu milik teman prianya asal Nepal.
Merry Utami awalnya adalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Merry, sempat tinggal bersama kakak kandungnya di Jalan Veteran, Dusun Notosuman RT 05 RW 05, Desa Singopuran, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Diduga selama menjadi TKI itulah, Merry Utami berkawan dengan orang Nepal yang belakangan menitipkan tas berisi narkoba. Nasibnya seperti Mary Jane, terpidana kasus narkoba asal Filipina yang juga terancam hukuman mati. Mary Jane hanya dititipi paket oleh seorang bandar.
Ayah Merry Utami, Siswandi, pernah memohon kepada Presiden Joko Widodo agar memberikan grasi kepada anaknya. "Masak Mary Jane, bisa anak saya Merry Utami tak bisa," begitu Siswandi pernah bercerita kepada wartawan seperti dikutip stasiun teve Berita Satu.
Baca juga: Perjalanan Hidup Terpidana Mati Merry Utami
KHANIFAH JUNIASARI/JULI