TEMPO.CO, Jakarta - Polda Metro Jaya memutuskan tidak menahan Rachel Vennya setelah selebgram itu resmi ditetapkan sebagai tersangka karena kabur dari karantina kesehatan. Alasannya karena ancaman pidana kasus ini kurang dari lima tahun penjara.
“Secara subjektif seperti ini ancaman pidananya satu tahun penjara. Kalau (ancamannya) lima tahun ke atas baru kami tahan,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus pada Rabu, 3 November 2021.
Rachel Vennya kabur dari karantina setelah pulang ke Indonesia dari Amerika Serikat. Baru tiga hari diisolasi, Rachel, kekasih, dan manajernya melarikan diri. Kasus Rachel Vennya ini terungkap berkat pengamatan netizen yang kemudian viral di media sosial.
Rachel Vennya dijerat dengan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dan atau Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit. Ancaman pidana yang menjerat Rachel adalah satu tahun penjara.
Sikap Polda Metro Jaya pada Rachel Vennya oleh sejumlah orang dibandingkan dengan kasus pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan petinggi Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab. Pada November 2020 lalu, Rizieq Shihab, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan sekembalinya dari Arab Saudi di masa pandemi Covid-19.
Rizieq menjadi tersangka atas kasus pelanggaran protokol kesehatan di Petamburan, Jakarta Pusat. Kepala Divisi Humas Mabes Polri pada saat itu, Inspektur Jenderal Argo Yuwono, mengatakan penyidik memiliki dua alasan dalam menahan Rizieq.
Secara objektif, ancaman hukuman dari pasal yang disangkakan kepada Rizieq lebih dari 5 tahun. Sementara subjektif, lanjut Argo, agar tersangka tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan tidak mengulangi perbuatannya.
Polisi menjerat Rizieq Shibab dengan Pasal 160 KUHP tentang menghasut orang supaya melakukan perbuatan pidana sehingga terjadi kedaruratan kesehatan di masyarakat, dan Pasal 216 KUHP tentang sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat.
Soal karantina selama 14 hari setelah pulang dari luar negeri, jaksa penuntut umum membahasnya dalam persidangan. Poin ini masuk sebagai rangkaian tindak pidana yang dilakukan Rizieq dalam kasus Petambutan. Jaksa menyatakan bahwa pada Selasa, 10 November 2020, Rizieq tiba di Indonesia dari Arab Saudi melalui Bandara Soekarno-Hatta. Seharusnya, kata jaksa, Rizieq melakukan isolasi mandiri selama 14 hari, tapi diabaikan.
"Melainkan terdakwa menuju kerumunan ribuan orang yang telah datang memadati hampir seluruh areal bandara Soekarno Hatta, dan tidak ada upaya yang serius dan sungguh-sungguh dari terdakwa untuk mengimbau, melarang dan mengingatkan para pengunjung atau penjemput untuk tidak berkerumun," ucap jaksa saat membacakan dakwaan, Jumat, 19 Maret 2021.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur akhirnya menjatuhkan vonis delapan bulan penjara terhadap Rizieq Shihab atas kasus kerumunan di kawasan Petamburan ini. Jerat pidana yang paling sesuai dengan tindakan Rizieq menurut pilihan hakim adalah Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara jerat Pasal 160 yang sebelumnya dipakai polisi, tidak masuk di dalam putusan majelis hakim.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana tidak mematuhi penyelengaraan kekarantinaan kesehatan yang dilakukan secara bersama-sama" ucap ketua hakim Suparman Nyompa saat membacakan putusan, Kamis, 27 Mei 2021.
Perbedaan nasib antara Rizieq Shihab dan Rachel Vennya ini karena jeratan pasal yang polisi berikan pada keduanya berbeda.
M YUSUF MANURUNG
Baca juga:
Polisi Militer Periksa Dua Personel TNI AU yang Bantu Rachel Vennya Kabur