TEMPO.CO, Bogor - Bekerja lebih kurang 35 tahun di Pemerintahan Kota Bogor, tidak menjamin Rudy Yusuf, 72 tahun, luput dari mafia tanah. Rudy dan keluarganya diduga menjadi korban mafia tanah selama belasan tahun dan hingga kini masih berusaha mencari keadilan.
Rudy mengatakan bukti alas hak girik dan leter C tanah yang menjadi sengketa di kelurahan masih nama kakenya dan belum berubah hingga saat ini. Namun pada 1991 muncul sertifikat tanah atas nama orang lain melalui akte pengganti wakaf dari orang yang sudah meninggal sejak 1864. “Negara kita aja belum berdiri," kata Rudy kepada Tempo, Ahad 3 April 2022.
Ia mengatakan lahan waris milik keluarganya itu berada di Parung Banteng, Kecamatan Katulampa, tepatnya di belakang perumahan Summarecon Bogor yang baru dengan luas 9 hektare 430 meter. Rudy mengklaim dari dulu keluarganya lah yang menguasai lahan. Mereka berpegang pada surat girik dan leter C yang ada di kelurahan.
"Girik dan Leter C nya masih atas nama kakek saya, kami juga yang kuasai lahan itu dari dulu. Anehnya bisa terbit sertifikat lahan kami atas nama orang lain melalui proses ajaib, karena sertifikat dan girik berbeda nama. Kalau bukan mafia tanah siapa lagi yang bisa berbuat seperti ini," kata Rudy.
Kuasa Hukum dari ahli waris Mansoer Rd, H. Dalam, kakek Rudy Yusuf, Aum Muharam mengatakan demi mendapat keadilan dan kejelasan kepemilikan lahan tersebut, pihaknya sudah melakuan pelbagai jalur hukum. Mulai dari gugatan ke pengadilan, gugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau TUN, hingga kasasi dan semuanya berhasil dimenangkan.
"Meski kami menang di beberapa pengadilan, namanya mafia mereka ajukan kasasi kembali ke MA. Kami sedang berjuang melawan itu, karena kami yakin klien kami lah pemilik sah lahan itu,” ucap Aum.
Aum pun mempertanyakan kenapa Badan Pertanahan Nasional (BPN) bisa menerbitkan sertifikat itu, padahal girik dan leter C nya atas nama Mansoer Rd, H. Dalam. “Kami akan gugat pembatalan sertifikat itu," katanya.
Selain akan melakukan gugatan perdata pembatalan sertifikat ke PTUN, Aum mengatakan pihaknya akan melaporkan tindak pidana kepada Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat. Sebab, menurut Aum, dari rangkaian kasus terindikasi para mafia lahan ini melakukan tindakan pidana yakni pemalsuan akte, administrasi, dan membuat kesaksian palsu saat memohon penerbitan sertifikat itu. "Untuk mengelabui baik KUA, BPN dan lembaga lainnya, para komplotan mafia tanah ini memakai kedok yayasan keagamaan,” ucap dia.
Menurut Aum, sejak terbit sertifikat tanah itu, tidak pernah pihak ada kegiatan yang berkaitan dengan yayasan. “Minimal ada kegiatan keagamaan atau bangun sarana keagamaan. Ini, mah, tidak. Cuma formalitas saja mereka gunakan nama yayasan untuk memuluskan pembegalan lahan milik klien kami ini,” katanya soal dugaan mafia tanah ini.
M.A MURTADHO
Baca juga: Diduga Korban Mafia Tanah, Kisah Nenek Titin yang Akhinya Tinggal di Panti Jompo