TEMPO.CO, Jakarta - Komisi B DPRD DKI Jakarta mempertanyakan pengawasan yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI terhadap Holywings terkait perizinan. Seperti diketahui, 12 outlet tempat hiburan malam itu telah disegel oleh Satuan Polisi Pamong Praja atau Satpol PP DKI pada Selasa, 28 Juni 2022.
Anggota Komisi B DPRD DKI Gilbert Simanjuntak mempertanyakan mengapa harus viral dulu yang membuat Pemprov DKI melakukan tindakan. “Holywings ini bukan seminggu dua minggu. Apa pengawasan yang dilakukan,” ujar dia saat rapat Komisi B di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 29 Juni 2022.
Gilbert menilai peristiwa yang terjadi pada Holywings itu seperti fenomena gunung es, di atas air laut kecil tapi di bawah besar. “Kalau kemudian menutup, ini apakah cukup dengan Holywings-nya saja,” katanya.
Dia meminta agar dinas terkait, mulai dari Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif; Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah; dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, bisa memperhatikan tepat lain. Karena, kata dia, kalau di tempat lain kacau juga, bisa berdampak pada pendapatan asli daerah atau PAD. “PAD paling tinggi di pajak restoran dan tempat hiburan.”
Gilbert mengatakan dirinya tidak melihat dinas terkait bekerja dengan baik. Jika semuanya tidak dibuka, kata dia, semuanya tidak bisa membenahi DKI. Menurutnya, langkah yang dilakukan seharusnya tidak hanya menutup bar dan restauran itu.
“Karena ini kota metropolitan tapi menang harus diatur. Karena itu hal-hal seperti ini baru muncul di media dan di masyarakat baru dikerjakan,” tutur Gilbert.
Dia juga menilai bahwa selama Pemprov DKI tidak ada intropeksi kasus seperti Holywings akan terus-terusan terjadi. Gilbert menjelaskan Holywings hanya kasus yang terlihat di permukaan, kemungkinan ada kasus lain yang jaug lebih parah.
Anggota Komisi B Nur Afni Sajim juga mempertanyakan tupoksi Kepala Dinas Parekraf terkait pengawasan ketika semua tempat hiburan itu dibuka. Dia menjelaskan lalu di masa pandemi ini bagaimana Pemprov DKI bisa meningkatkan perekonomian dari sisi pariwisata jika sumber daya manusianya lemah dalam melakukan pengawasan.
Menurut Afni, seharusnya dinas terkait memiliki data terkait perizinan Holywing. Dia mengaku aneh dengan adanya lima outlet Holywings yang tidak memiliki urat Keterangan Pengecer (SKP). “Ini kan jadi aneh. Karena ketika Holywings mau buka kan harusnya ada rekomendasi dari Disparekraf dan UKM,” kata dia.
Politisi Partai Demokrat itu juga mempertanyakan juga bagaimana perizinan lainnya, misalnya seperti parkir. Izin-izin itu, dia berujar, semuanya harus dipenuhi termasuk izin bangunan.
Klarifikasi dari dinas terkait di Pemprov DKI Jakarta
Kepala Disparekraf DKI Jakarta Andhika Permata menjelaskan bahwa pemeriksaan perizinan terhadap Holywings dilakukan setelah adanya promosi viral gratis minuman keras bagi pengunjung bernama Muhammad dan Maria. Andhika mengaku telah memeriksa Holywings dan ditemukan bahwa dokumen Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) tidak tersertifikasi.
“Mereka hanya punya SKP atau KBLI 47221 untuk pengecer minuman beralkohol. Dengan jumlah tujuh outlet memiliki izin, dan lima tidak. Yang memiliki izin pun, penjualannya hanya untuk dibawa pulang, tidak minum di tempat,” kata dia.
Karena, bar atau cafe yang ingin melayani pelanggan untuk minum minuman beralkohol seharusnya memiliki Surat Keterangan Penjual Langsung Minuman Beralkohol (SKPL) golongan B dan C. Menindaklanjuti hasil temuan itu, Andhika merekomendasikan pencabutan izin tempat hiburan malam itu.
Sementara, Kepala Dinas PPKUKM DKI Jakarta, Elisabeth Ratu Rante Allo membenarkan pernyataan Andhika soal administrasi perizinan Holywings. Untuk outlet yang memiliki SKP-pun, kata dia, berdasarkan hasil pengawasan di lapangan, Holywings melakukan penjualan minuman beralkohol dengan pengunjungnya minum di tempat. “Yang secara legal harus memiliki SKPL golongan B dan C.”
Ada pun Kepala DPMPTSP Provinsi DKI Jakarta Benni Aguscandra mengatakan bahwa kasus Holywings izinnya melalui OSS yang dikelola oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM. “Maka pencabutan tidak bisa secara otomatis, kami bersurat kepada BKPM untuk pencabutan itu".
Baca juga: Ekonom Sebut Dampak Penutupan Holywings ke Ekonomi DKI Jakarta Sangat Kecil dan Temporer